Minggu, 19 Juni 2011

Hanafi ; Kacang Lupa Pada Kulitnya

(Resensi Novel Salah Asuhan)
  images from google

“Kawin campur itu sesunguhnya banyak benar rintangannya Corrie!”
Di zaman Balai Pustaka siapa yang tidak tahu dengan novel Abdoel Moeis yang berjudul Salah Asuhan, novel yang secara tematik agak mendobrak genre angkatan Balai Pustaka ketika pertama terbit karena Abdoel Moeis dengan berani mengambil tema yang luar biasa, yaitu perkawinan beda bangsa, yaitu antara Hanafi seorang bumipoetra dengan Corrie yang berbangsa Belanda. Tema yang sangat dahsyat karena ketika itu, novel atau roman yang muncul kebanyakan mengambil tema perbedaan adat.
Hanafi seorang pemuda bumipoetra yang bersekolah di Betawi. Disekolahannya dia, dididik bersama dengan orang Belanda sehingga dia terbawa dalam kehidupan teman-temannya yang berkebangsaan Belanda. Sifat Hanafi tidak mencerminkan seorang bumipoetra walaupun dia sudah kembali ke kampung halamannya di Solok, Sumatra Barat. Seolah Hanafi tidak mau lagi dianggap sebagai bumipoetra.
Sifat Hanafi semakin menjadi ketika dia mulai mencintai Corrie sahabatya dari kecil yang berkebangsaan Belanda, tapi sayangnya Corrie tidak membalas cinta Hanafi ketika itu, karena Corrie sudah mengganggap Hanafi sebagai kakaknya sendiri. Hanafi tak berkecil hati walau cintanya ditolak, malahan dia semakin mengejar-ngejar Corrie, sampai akhirnya Corrie pun larut dalam cinta Hanafi. Ayah Corrie yang mendengar dari anaknya sendiri bahwa dia ingin menikah dengan seorang bumipoetra mencoba menyadarkan Corrie, bahwa perkawinan campur beda bangsa akan membawa bencana, karena tuan De Busse ayah Corrie sudah mengalami itu, dia diasingkan dari keluarganya karena menikahi seorang gadis bumipoetra. Akhirnya Corrie pun sadar dan memutuskan untuk meninggalkan Hanafi.
                Setelah itu Corrie kembali ke Betawi untuk meneruskan sekolahnya dengan melupakan percintaan Hanafi dengan dirinya. Setelah mendengar bahwa Corrie berangkat ke Betawi, setiap hari Hanafi terihat lesu karena cintanya tega pergi meningalkan dia. Ibu Hanafi yang tak rela melihat anaknya sakit karena cinta mencoba untuk menenangkan Hanafi dan juga menerangkan bahwa seorang mamaknya sudah menjodohkan dia dengan anaknya yaitu Rapiah.
Hanafi mula-mula tidak mau menerima lamaran dari mamaknya itu karena dia tidak mencintai Rapiah, tapi setelah mendengar penjelasan Ibunya bahwa dia mempunyai hutang budi yang sangat besar kepada mamaknya yang telah menyekolahkan dia di Betawi akhirnya Hanafi mau menikah dengan Rapiah, wlaupun dalam hati Hanafi tidak mencintai Rapiah.
Setelah perkawinanya dengan Rapiah, Hanafi tetap saja bersifat layaknya bukan seorang bumipoetra, dai tetap bergaul dengan orang-orang Belanda dan tak memperhatikan istrinya Rapiah. Akhirnya lahirlah Syafei, anak Rapiah dan Hanafi, tapi seperti tak megenal lagi orang bumipoetra, Hanafi memperlakukan Ibunya dan Rapiah layaknya pembantu.
Ibu Hanafi yang mulai bosan dengan perlakuan Hanafi terhadap Rapiah memutuskan untuk berbicara perihal hubungan keluarganya, Ketika terjadi perdebatan antara Hanafi dan Ibunya tiba- tiba seekor anjing gila menggigit Hanafi di bagian tangannya, Hanafi pun dibawa ke rumah sakit tapi, rumah sakit di Solok tak bisa menanggani sakit Hanafi, akhirnya Hanafi dibawa ke betawi untuk berobat lebih lanjut.
Di Betawi Hanafi yang sudah sembuh bertemu dengan Corrie yang sudah ditinggal wafat oleh Ayahnya dan akan mendapatkan warisan jika dia sudah berumur 21 tahun dan sudah menikah. Hanafi yang  masih menyimpan cinta kepada Corrie pun mencoba untuk mendekati Corrie lagi. Corrie yang sudah tak punya saudara lagi menerima kehadiran Hanafi dengan hati yang berbunga-bunga. Sementara di Solok Ibu Hanafi bersama Rapiah menunggu kabar dari Hanafi yang tak kunjung pulang, mereka berdua mulai mengkhawatirkan Hanafi, apakah yang terjadi pada Hanafi di Betawi.
Pertemuan Hanafi dan Corrie di Betawi lama kelamaan menimbulkan perasaan cinta dalam diri keduanya. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menikah tanpa diketahui oleh keluarga Hanafi di Kolok, karena Hanafi sudah diangkat sebagai pegawai yang setara dengan orang Belanda di Betawi dan boleh menikah tanpa ada perwakilan dari keluarganya. Pernikahan Hanafi dan Corrie pun dilakasnakan dengan pesta kecil kecilan. Hanafi yang dari pertama tidak mencintai Rapiah mengirimkan sebuah surat ke Solok yang diterima oleh Ibunya dan Rapiah, surat itu berisi bahwa Hanafi telah menikah dengan Corrie dan mengembalikan gadis pilihan Ibunya –Rapiah- yang tidak dicintainya. Ibu Hanafi dan Rapiah yang menerima surat itu langsung menjatuhkan airmata mereka, tidak disangka anak satu-satunya yang dia miliki mengkhianati istri dan Ibunya sendiri.
Pernikahan Hanafi dan Corrie yang dari pertama dilandasi oleh rasa cinta ternyata tidak berjalan harmonis, sifat Hanafi yang selalu ingin menang sendiri menjadi pemicu pertengakaran dalam rumahtanga mereka berdua. Tuduhan-tuduhan Hanafi kepada Corrie dan pertengkaran dalam rumahtangga mereka pun menjadi pedang yang akhirnya menyebabkan perpisahan yang tragis akhirnya terjadi antara Corrie dan Hanafi . Corrie pergi meninggalkan Hanafi sendiri, selama tiga tahun tak ada kabar dari Corrie dan akhirnya Hanafi memutuskan untuk pulang dan meminta maaf kepada Ibunya.
Dalam novelnya Abdoel Moeis mencoba untuk menekankan benturan budaya timur dan budaya barat, perbedaan kepercayaan, dan perbedaan tradisi yang kuat. Tapi sayang di jaman sekarang perbedaan itu seakan dilebur.  Novel-novel Balai Pustaka masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad 19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme.
Tak lepas dari tendensi karyanya, Abdoel Moeis tetap menjadi seorang sastrawan yang membuat gebrakan pada angkatan Balai Pustaka, karena selain dia belum ada yang berani mengambil tema untuk roman atau novel seperti Abdoel Moeis.  Tapi yang paling khas dari angkatan Balai Pustaka adalah akhir cerita yang selalu diakhiri dengan kematian, entah itu tragis atau tidak. Karena kebanyakan tokoh utama dalam roman Balai Pustaka pasti meninggal, contohnya saja Siti Nurbaya Cinta tak Sampai karya Marah Rusli. Tokoh utama dalam roman Siti Nurbaya Cinta tak Sampai yaitu Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri meninggal di akhir cerita.
Tapi kita tidak boleh melupakan roman-roman Balai Pustaka karena itulah tonggak sastra di indonesia walaupun masih dipengaruhi oleh sastra dari luar negri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar