“...tak ada yang lebih arifdari hujan bulan Junidibiarkannya yang tak terucapkandiserap akar pohon bunga itu”(Hujan Bulan Juni-Sapardi Djoko Damono)
Sepertinya sudah bertahun-tahun aku
tidak menuliskan sesuatu, aku seperti mati dalam ruangan nonproduktif entah
karena apa. Beberapa puisi tidak selesai, beberapa janji tak terealisasi, juga
beberapa rencana terbengkalai. Dan saat ini aku ingin memulai kembali
melahirkan sebuah keteraturan hidup dengan menulis, walaupun hanya tulisan yang
tidak begitu penting untuk orang yang mau membacanya.
Yah, aku menjadi seorang yang
sedikit berbeda beberapa bulan ini, ini karena cinta. Ah kenapa aku menjadi
lemah karena cinta, tidak pernah sebelumnya aku seperti ini. Aku mebiarkan
semua bertanya ‘ada apa dengan sadam?’ dan membiarkan semua diserap akar pohon bunga itu. Seorang wanita
dengan kelembutannya membuat kekalutan semakin tebal saja dalam kehidupanku. Wanita
yang pernah membiarkan aku mapir sebentar di halte hatinya. Wanita dengan
pandangan mata yang dalam.
Aku punya cinta pertama dan
tentunya cinta kedua, tapi berbeda dengan cinta yang ketiga ini. Cinta pertamaku
hilang karena alasan yang benar-benar sepele walaupun akhirnya menyisakan
sakit. Lalu cinta keduaku, cinta yang harus kujalani bersama jarak dan waktu
yang begitu kejam, berakhir karena alasan yang benar-benar menyakitkan, alasan
yang abu-abu dan membuat airmata membuncah dari tempatnya. Ah, tapi aku bukan
seorang yang senang terlalu terlarut dan akhirnya memutuskan mengumpulkan
kenangan masa lalu tentang luka dan bahagia itu pada kotak kenangan. Kotak kenangan
yang semua orang tidak akan tahu bentuknya atau mungkin isinya. Aku mecoba
terus mencoba menyimpan kotak kenangan itu pada tempat yang benar-benar
tertutup rapat untuk orang-orang yang ada di sekitarku, juga untuk keseharianku
selanjutnya, dan sedikit demi sedikit karena terus mencoba walaupun kadang
kotak kenangan itu meledak bersama alasan dan luka yang membuatku kembali
terjatuh. Tapi seperti apa yang dikatakan chairil “…ada yang tetap tidak
terucapkan // sebelum pada akhirnya kita menyerah.” Dengan
berusaha mencipta sejarah baru juga membiasakan diri dengan segala yang ada di
depan, aku terus berjalan dan mengalirkan semua seperti hujan.
Lalu seorang wanita yang sempat
tersenyum padaku 3 tahun yang lalu itu muncul, dan dia menjadi harapanku
mencipta sejarah yang baru agar kotak kenangan itu semaki terkunci rapat. Aku mencintainya
dan aku tahu harus mencintainya dengan segala apa yang dibawanya dari masa lalu
dan aku melakukannya, sekali lagi aku harus berusaha dan bersiap untuk terjatuh
lagi, mencipta luka lagi dan menjadi seorang yang rapuh lagi. Kami menjalin
sebuah hubungan, hubungan yang berlandaskan kecocokan tanpa ada relationship. Aku
tahu dia masih menyimpan bayang cinta pertama yang tidak lain adalah temanku
ketika aku menginjakkan kaki di jember, dan pertemuan kami pun karena dia
bersama temanku itu.
Aku tahu dia masih sering
berkomunikasi dengan cinta pertamanya dan aku tak mempermasalahkan itu semua,
ketika dia mau jujur tentang itu semua padaku. Tapi dia berubah, dia yang
menyukai senja itu benar-benar berubah, dia bukan seseorang yang dulu, yang
menemu hujan, yang mengumpulkan dan mengharap rindu, yang selalu ingin
berbicara banyak. Entah apa yang terjadi padanya ketika aku meninggalkannya
untuk pergi ke kampung halamanku selama beberapa hari. Aku benar-benar merasakan
perubahan seseorang yang melukiskan cinta pada pandang matanya itu. Dan itu
membuat aku juga berubah, bukan lagi seorang sadam yang tak mau terlarut
menjadi seorang sadam yang mudah sekali mencipta kekalutan.
Ini cinta yang berbeda, juga
kesunyian yang berbeda. Aku tak melihat pandangan mata yang melukiskan cinta
itu lagi ketika sudah berada di jember lagi. Tapi aku tetap mencintainya. Mencintainya
dengan segala apa yang dibawanya. Entah kenapa dia bisa membawa sejarah yang
benar-benar baru dalam kehidupanku, sejarah tentang mengingat dengan kuat memori
masa lalu yang malahan aku tidak ingin melakukannya.
Jika aku seseorang yang
benar-benar bebal, mungkin aku akan mengekang dia agar dia tidak menjalin
komunikasi dengan cinta pertamanya itu, tapi aku bukan seseorang yang seperti
itu. Aku mencintai dia seperti merpati yang bebas terbang dan tau tempatnya
kembali, tempat dimana dia mendapatkan hidup yang sebenarnya. Aku benar-benar
berubah dengan mencintainya, entah dalam aspek apa, tapi aku merasa ada yang
berubah. Sekarang aku hanya berharap pandangan mata penuh cinta itu kembali dan
hujan tidak selalu datang karena kesedihan melainkan karena kebahagiaan.
Aku mencintai seorang perempuan
yang menyukai senja bukan sebagai perpisahan, aku akan tetap mencintainya,
sebelum dan setelah ini dan semoga dia tahu bahwa ada seseorang yang menunggu
cintanya kembali dalam pandangan mata yang begitu dalam.
Tulisan ini diawali dengan
kutipan puisi Sapardi, dan juga akan ku akhiri dengan sebuah puisi dari Sapardi
untumu ‘senjaku’.
Kukirimkan Padamu
kukirimkan padamu kartu pos bergambar, istriku,
par avion: sebuah taman kota, rumputan dan bunga-bunga, bangku dan
beberapa orang tua, burung-burung merpati dan langit yang entah batasnya.
Aku, tentu saja, tak ada di antara mereka.
Namun ada.
(Sapardi Djoko Damono)