“Kamu sakit gara-gara
kebanyakan ‘minum’ Dam, masa setiap malam kamu ‘minum’ terus. Apa ndak ada niatan buat berhenti minum?”
Yah itulah yang
dikatakan teman saya ketika menjenguk saya yang tergeletak lunglai di kamar
kontrakan. Saya hanya menjawabnya dengan senyuman yang benar-benar tulus dan
dibalas lagi olehnya degan muka kecut, mungkin dia sadar bahwa saya sulit
sekali untuk berubah hanya dengan nasehat-nasehat serupa wahyu Tuhan kepada
para nabinya.
Dua hari sebelum saya
benar-benar sakit, tubuh saya memang sudah mengisyaratkan agar saya
beristirahat, tapi masih banyak keperluan yang harus saya selesaikan dan itu
membuat saya sulit menyisakan waktu sekedar hanya untuk istirahat. Beberapa
rapat, diskusi, dan obrolan-obrolan warung kopi yang sulit untuk ditinggalkan
membuat saya mondar mandir setiap hari.
Dan apa yang dikatakan
teman saya tentang ‘minum’, hampir setiap malam saya diajak oleh teman-teman
untuk melakukan kegiatan yang memunculkan keakraban dan persaudaraan itu. saya
tidak pernah berniatan ‘minum’ untuk membuat saya mabuk dan melupakan semua
masalah, hanya orang-orang yang kalah yang akan melakukan itu. ‘minum’ saya
menganggapnya sebagai ritual yang sangat sakral, ritual yang akan memunculkan
suasana kekeluargaan pada setiap botol dan setiap gelasnya.
Barangkali apa yang ada
pada pikiran beberapa orang tentang ‘minum’ adalah kegiatan yang menjijikkan,
kegiatan anak-anak nakal dan kegiatan yang tidak boleh dilakukan. Tapi saya tak
mengamini itu, karena pada setiap tenggakan minuman itu ada sosok Tuhan yang
selalu menyertai. Tuhan menciptakan banyak cara untuk membuat umatnya terpecah
dan bersatu, dan saya menganggap kegiatan ‘minum’ adalah salah satu cara Tuhan
untuk membuat umatnya bersatu.
Suatu malam, pada botol
anggur saya dan teman saya menemukan suasana yang benar-benar akrab, bahkan
kami bisa saling memberikan solusi untuk mengurangi beban yang kami tanggung.
Dan saya ingat, salah satu teman saya benar-benar terinspirasi oleh sebotol beer, setiap harinya dipenuhi dengan
botol beer. Dia mengatakan “Saya
melihat wajahnya dalam sebotol beer.”.
Setiap orang dengan pemikiran yang berbeda tentunya juga berbeda ketika melihat
sebotol minuman.
Saya sempat ingin
berhenti ketika saya menemukan kepercayaan pada diri seseorang yang berhasil
memikat saya, tapi dia begitu saja hilang dengan alasan yang tak jelas dan
akhirnya keinginan itu sedikit demi sedikit luntur. Dan apa yang dikatakan
teman saya bahwa ‘minum’ adalah penyebab saya sakit bukan alasan yang tepat
untuk membuat saya berhenti ‘minum’. Sutardji muda tidak akan bisa membaca
puisi jika tak ada sebotol beer di
sampingnya, begitu pula Rendra muda, dia sangat suka ‘minum’.
Di sini saya tak
bermaksud untuk mengajak ‘minum’, tapi saya hanya mengutarakan kenapa saya ‘minum’
dan saya tidak bisa menghentikan kegiatan yang begitu menyenangkan itu. Oke,
saya rasa tulisan ini bisa diakhiri walaupun masih banyak lagi yang bisa
diceritakan tentang ‘minum’, karena sudah ada sebotol anggur di depan saya yang
siap mengantarkan saya pada suasana kebersamaan yang sangat indah.[]