Rabu, 22 Februari 2012

Cinta dan Sayang; Dua Hal yang Tak Mungkin Dipecah

Dalam bukunya yang berjudul Art Of Loving, Erich Fromm menulis “cinta adalah sebuah seni, yang harus dimengerti dan diperjuangkan. dalam masalah cinta, kebanyakan orang pertama-tama melihat sebagai persoalan ‘dicintai’ ketimbang ‘mencintai’ atau kemampuan mencintai."
 
Fromm adalah seorang Psikoanalisis yang mengabdikan dirinya pada persoalan kemanusiaan, dan cinta menjadi salah satu pembahasannya. Dia mengganggap cinta dalah seni, seni yang tidak bisa dianggap enteng dan dilihat sebelah mata, karena cinta adalah persoalan dimana kita harus rela berkorban. Seperti halnya cinta seorang ibu kepada anaknya, sang ibu harus rela berkorban apapun untuk anaknya, kerena seorang ibu begitu mencintai anaknya, dan di dalam cinta seorang ibu pasti ada rasa sayang yang dalam.

Cinta dan sayang bukanlah hal yang berbeda, karena rasa sayang ada di dalam cinta. Jika kita mencintai seseorang pastinya kita juga akan menyayanginya. Dan jika kita menyayangi seseorang secara tidak langsung kita juga pasti mencintainya karena sayang adalah unsur dari suatu cinta.

Ada banyak unsur yang ada di dalam cinta, yaitu: pengorbanan diri, empati, perhatian, rela membantu, dan tentunya kita pasti akan mencurahkan semua rasa sayang kita kepada orang yang kita cintai. Dan kembali lagi kepada Fromm, dia mengatakan bahwa cinta harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: pengenalan, tanggung jawab, perhatian, dan saling menghormati.

Saya tidak akan membicarakan apa yang dirumuskan oleh Fromm. Cinta dan sayang, seperti palu dan paku yang saling melengkapi. Jika kita mencintai seseorang tapi kita tidak menyayanginya berarti kita tidak benar-benar mencintainya. Rasa sayang muncul karena kita mencintai seseorang, dan cinta muncul karena manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan.

Seperti lirik lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Jatuh Cinta Itu Biasa Saja “Kita berdua tak pernah ucapkan maaf/Tapi saling mengerti/Kita berdua tak hanya menjalani cinta/Tapi menghidupi”  cinta bukan hanya bagaimana kita merasakannya, tetapi bagaimana kita menjalaninya, walaupun itu hanya interpretasi saya sendiri mengenai lirik lagu Efek Rumah Kaca itu.

Dan mengenai cinta dan sayang, bukanlah dua hal yang berbeda dan tidak saling bertautan. Cinta, sayang, dan apapun rasa yang kita rasakan saat jatuh cinta adalah semua unsur yang akan menjadikan cinta sebuah seni yang indah, yang akan mengalir walaupun banyak hambatan yang akan menghalanginya. Dan mungkin cinta dan sayang adalah dua hal yang akan selalu kita rasakan dan entah kepada siapa kita mencurahkan kedua rasa itu, karena "manusia lahir, mencintai dan meninggal" menurut sejarawan Asvi Warman.[]

Selasa, 21 Februari 2012

Hari Ulang Tahun Yang Tak Pernah Ku Ingat

Surat Dari Bidadariku
Baru saja saya ingat bahwa saya sudah berumur 20 tahun, dan umur 20 tahun bukan lagi umur yang tepat untuk bersenang-senang karena saya sudah tidak menjadi seorang remaja lagi. Ya, tanpa saya sadari saya sudah dekat sekali dengan kematian, entah kapan kematian akan menampakkan wajahnya kepada saya, tapi tentunya dengan bertambahnya umur pasti masa kehidupan kita akan berkurang.

Jujur saya tidak pernah merayakan hari ulang tahun atau biasanya disebut apalah oleh orang yang merayakan hari kelahiran mereka, bahkan kadang saya lupa bahwa pada tanggal 7 februari saya dilahirkan. Walaupun harapan saya mendapatkan buku Art Of Loving karya Erich Fromm tidak terkabul tapi saya tetap bersyukur. 

Pada hari ulang tahun saya itu, saya mendapatkan hadiah yang saya juga tidak tahu kapan dia memasukkan kedalam tas saya, sebelum saya berangkat ke Jember. Santi memberi hadiah saya sebuah kemeja yang sangat bagus menurut saya. Tapi saya tidak mementingkan barang apa yang di berikan oleh Santi, tapi rasa ikhlas dan rasa sayang yang dalam lah yang membuat saya lebih bahagia mempunyai bidadari seperti dia.

Saya lupa pernah bilang kepada Santi kalau saya ingin punya kemeja warna pink, dan saya baru ingat ketika membaca surat yang di sertakan di dalam kotak hadiah yang diberikan kepada saya. Saya memang sering melupakan apa yang saya inginkan, karena terlau banyak yang saya inginkan. Saya merasa lebih senang lagi pada hari itu, ketika Santi membiarkan saya untuk tidak menghubunginya barang sehari saja ketika hari ulang tahun saya.

Sayangnya Santi keliru ketika menuliskan umur saya di surat yang disertakannya bersama hadiahnya. Santi menulis saya berumur 19 tahun, padahal saya sudah berumur 20 tahun. Tapi saya tetap berterima kasih karena bukan hanya hadiah yang diberikan santi kepada saya, tetapi hati yang berlumur cinta.

Jumat, 17 Februari 2012

Dosen dan Hal yang Memungkinkan Lainnya

Anggap saja hidup seperti membuat sebuah adonan roti yang nantinya kita menginginkan adonan itu menjadi sebuah roti yang sempurna. Karena kesempurnaan kehidupan ada pada tangan kita sendiri. Saya hanya ingin bercerita mengenai kehidupan yang mungkin tidak bisa di sebut sempurna.

Saya seorang mahasiswa, dan saya termasuk mahasiswa yang tidak kaya. Salah satu dosen pengajar saya tepatnya dia mengajar mata kuliah kewarganegaraan  sedikit membuat saya malas dan agak jengkel, walaupun akhirnya saya tetap saja masuk ke kelasnya.

Rasa malas dan kejengkelan saya  bukan tanpa sebab, karena dosen pengajar itu mewajibkan semua mahasiswanya untuk membeli bukunya tanpa melihat mahasiswa itu mampu atau tidak. Selain itu buku yang dijualnya itu sulit untuk dibaca dan itu karya dosen pengajar itu sendiri, dan jika mahasiswa yang mengikuti kuliahnya tidak membeli buku itu maka bisa dijamin nilai mereka akan jelek.

Entah dia ingin mendapatkan uang dari hasil menjual bukunya sendiri atau ingin membuat mahasiswanya pintar dengan membeli dan membaca bukunya. Tapi yang perlu disayangkan adalah keadaan buku yang kurang atau bisa disebut tidak bagus, disamping itu karena alasan tidak boleh meperbanyak atau menggandakan karya orang lain, buku itu tidak boleh di fotocopy.

Barangkali dosen pengajar saya itu ingin mencerdaskan mahasiswanya dengan mengeluarkan uang, tapi dimana rasa toleransi jika ada salah satu mahasiswa yang kurang mampu tidak dapat membeli buku yang di jualnya itu ? bukankah kita juga harus menghormati hak seseorang ?

Jika kita terus dipaksa dan ditambah lagi dengan ancaman apa mungkin kita hidup yang agaknya bisa di sebut sempurna ? walaupun saya memang yakin bahwa hidup ini tidak akan bisa menjadi sempurna. Mungkin saya memang tidak menyukai cara dosen itu mengajar, tapi saya tetap meyakinkan teman-teman saya bahwa kita sebagai mahasiswa yang harus berpikir bebas, kita tidak boleh membenci dosen hanya karena caranya mengajar, jangan mengolok-olok dosen karena apa yang di lakukannya, tapi kritik dan tegur dosen yang menurut kita melenceng cara mengajar atau kelakuannya. 

Karena kita tak mungkin hanya mengolok-olok tanpa sebuah kerja yang akan merubah kelakuan dosen yang kita anggap kelakuannya kurang menyenangkan. Saya mengutip saja sedikit sajak Rendra “Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan/Tapi jangan kau lewat putus asa/Dan kaurelakan dirimu dibikin korban”. Seperti kutipan sajak Bersatulah Para Pelacur Kota Jakarta itu, kita tak boleh putus asa dan hanya bisa berbicara dibelakang dosen kita, kita harus berani berhadapan dan mencoba merubahnya.

Senin, 13 Februari 2012

Perempuan Kembang Jepun: Cinta, Seks, dan Uang

Judul              : Perempuan Kembang Jepun
Pengarang      : Lan Fang
Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit   : Oktober 2006
Tebal               : 288 hal

“Kaguya, semua sudah berlalu. Hidup bukan selau menoleh kebelakang, tapi justru selalu berjalan ke depan. Tidak ada yang perlu disalahkan. Tidak ada yang perlu dikenag. Semua ini hanya karena permainan Sang Hidup”


Lan Fangadalah salah satu penulis wanita yang produktif, tapi sayangnya pada tanggal 25 desember 2011 kemarin, dia membekaskan luka di ranah sastra Indonesia. Dia meninggal karena penyakit yang di deritanya.

Perempuan kembang jepun, adalah salah satu novel karya Lan Fang yang berbackgroud daerah pecinan di surabaya yang dulunya di pakai sebagai tempat hiburan bagi para tentara Jepang. Novel yang bercerita mengenai cinta yang bermacam-macam ini dibagi menjadi lima bagian serta lengkap dengan prolog dan epilog. Lima bagian dari novel kembang jepun ini dibagi menurut kehidupan tokoh-tokohnya, Lestari atau Kaguya, Tjoa Kim Hua atau Matsumi, Sulis, dan Sujono.

Cerita dalam novel Perempuan Kembang Jepun ini dimulai dengan kehidupan Sulis, seorang penjual jamu gendong di daerah Tanjung Perak. Sulis sering kali menjajakan jamunya untuk perempuan-perempuan yang ada di rumah bordir daerah Tanjung Perak, tapi lama kelamaan langganan Sulis bukan hanya para perempuan rumah bordir, dia juga menjajakan jamunya kepada para tukang becak yang mangkal di sepanjang daerah Kalimas Timur dan Kalimas Barat.

Akhirnya Sulis bertemu dengan Wandi, salah seorang tukang becak yang sering mangkal di daeranya berjualan jamu. Wandi yang selalu memberikan uang lebih ketika membeli jamu Sulis selalu mencuri-curi untuk memegang tubuh Sulis, akhirnya Wandi dan Sulis pun tenggelam dalam lautan birahi. Ketika wandi mengantar Sulis pulang dengan becaknya, Wandi berhenti ditengah jalan. Mereka akhirnya melakukan hubungan badan dan Wandi berhasil merenggut keperawanan Sulis.

Kegenitan dan kecentilan Sulis ketika berjualan jamu mempertemukannya dengan Sujono seorang kuli angkut kain di toko orang cina yang bernama Babah Oen. Sulis merasakan kenikmatan yang berbeda ketika berhubungan badan dengan Sujono di banding berhubungan badan dengan Wandi. Sulis pun hamil, dan dia lebih memilih Sujono sebagai ayah dari anak yang dikandungnya. Tapi Sujono tidak mau bertanggungjawab atas kehamilan Sulis, dia mengganggap anak yang dikandung Sulis adalah anak Wandi. Sulis tetap memaksa dan akhirnya Sujono dipaksa warga kampun menikahi Sulis, karena Sujono dianggap oleh warga kampung telah meniduri Sulis.

Pernikahan Sujono dan Sulis tidak berjalan harmonis, Sujono tidak mencintai Sulis dan dia hanya ingin menikmati tubuh Sulis, sampai akhirnya Sulis melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamai Joko. Sujono tetap bersikukuh bahwa Joko bukan anaknya melainkan anak Wandi. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi dalam rumah tangga Sulis dan Sujono. Sulis selau mengganggap Sujono tidak bertanggung jawab karena Sujono tidak mau mencari kerja lagi setelah dia keluar dari tokoh Babah Oen. Tapi Sujono tidak mau kalah, pukulan dan tendangan sering Sujono layangkan ke tubuh Sulis.

Sujono dengan rasa kesal dan marah karena desakan dari Sulis, memutuskan untuk kembali bekerja di toko Babah Oen. Ketika sudah mulai bekerja Sujono tidak sengaja bertemu dengan Matsumi karena Sujono selalu disuruh oleh Babah Oen untuk mengantarkan kain untuk wanita-wanita penghibur yang ada di tempat-tempah hiburan di sekitar daerah Kembang Jepun. Matsumi adalah seorang geisha asal Jepang yang dibawa ke Indonesia atas keinginan Shosho Kobayashi, seorang jendral Jepang yang bertugas di Indonesia. Matsumi diberangkatkan ke Indonesia dengan identitas Cina bernama Tjoa Kim Hwa, karena jika Matsumi berangkat ke Indonesia sebagai geisha dengan identitas Jepang itu sama halnya dengan menjelekkan nama Jepang.

Pertemuan yang tidak sengaja antara Matsumi dan Sujono membawa getar-getar asmara antara mereka berdua. Sujono yang tidak tahan lagi untuk bertemu dan mengobrol langsung dengan Matsumi akhirnya mencuri uang di toko Babah Oen, yang akibatnya dia dipecat dari toko itu. Sujono sengaja mencuri uang karena jika ingin bertemu dan berbicara langsung dengan Matsumi dia harus membayar mahal, dan akhirnya keinginanya terkabul. Matsumi dan Sujono pun akhirnya terlibat cinta, Matsumi selalu memberi uang kepada Sujono agar mereka berdua bisa bertemu.

Matsumi yang merasakan gairah yang sama seperti yang dirasakan Sulis ke Sujono, membuat Matsumi semakin mencintai Sujono. Sampai akhirnya Matsumi hamil dam memutuskan untuk keluar dari tempat hiburan milik Hanada San yang telah menampungnya sejak Matsumi datang ke Indonesia. Hanada San juga seorang warga Jepang yang dipercaya menjaga Matsumi oleh Shosho Kobayashi. Hanada San marah mendengan berita kehamilan Matsumi, Hanada San tidak memperbolehkan Matsumi hamil karena seorang geisha tidak boleh hamil dan merasakan cinta. Tapi Matsumi tetap besikukuh untuk keluar dari tempat hiburan Hanadan San dan ingin menikah dengan Sujono.

Hanada San marah besar terhadap Matsumi, pukulan dan tamparan diterima oleh Matsumi dari Hanada San, tapi Matsumi tidak melawan karena dia memang merasa bersalah, dia rela dipukul asal dia bisa hidup dengan Sujono. Akhirnya Matsumi dibiarkan pergi oleh Hanada San.

Sujono yang tahu bahwa Matsumi berhasil keluar dari tempat hiburan Hanada San sangat senang, karena dia bisa memiliki Matsumi seutuhnya. Matsumi pun membeli sebuah rumah dari hasil uang tabungannya selama menjadi geisha, dia melakukan segala aktifitasnya di dalam rumah dan hanya boleh keluar jika ditemani Sujono, karena Sujono tidak mau Matsumi digoda oleh orang lain. Sujono yang masih menghidupi Sulis dan Joko selalu mondar mandir, pagi sampai sore dia habiskan bersama Matsumi, sedangkan malamnya dia pulang ke rumah Sulis.

Semenjak bersama Matsumi, Sujono sudah tidak memikirkan pekerjaan, seharian dia bercinta dengan Matsumi dan selalu meminta uang kepada Matsumi untuk membiayai hidupnya dengan Sulis. Keseharian Sujono hanya mencumbu dan menemani Matsumi membuat orisuru (origami burung khas Jepang) sampai Matsumi melahirkan seorang putri cantik yang mereka beri nama Kaguya. Kaguya mempunya wajah yang cantik seperti ibunya, Sujono dan Matsumi sangat sayang kepada Kaguya.

Tapi Matsumi merasa Sujono semakin menjadi, karena Sujono tetap tidak bekerja dan selalu meminta uang kepada Matsumi. Tanpa disadari uang tabungan Matsumi menipis, dan Matsumi memutuskan untuk kembali bekerja ke tempat hiburan milik Hanada San. Tapi Sujono tidak mengizinkannya. Matsumi merasa kehidupannya semakin berubah, apalagi terdengar bahwa Jepang sudah dikalahkan oleh sekutu. Kehidupan Matsumi berubah, akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan Sujono karena dia mengganggap Sujono tak bisa memberikan kebahagiaan lagi kepadanaya.

Matsumi sebagai orang Jepang selalu merasa was-was, karena setelah Hiroshima dan Nagasaki terkena bom dari sekutu, Jepang merasa kalah. Dan semua orang Jepang yang ada di Indonesia dipulangkan kembali ke negaranya. Tapi Matsumi di Indonesia tidak memakai identitas Jepang, dia adalah orang Cina bernama Tjoa Kim Hwa. Matsumi yang merasa putus asa akhirnya datang ke kelenteng Boen Bio bersama Kaguya, tempat yang dianggap paling aman bagi penggungsi. Di sana Matsumi bertemu dengan Tuan Tan, salah seorang pengurus kelenteng. Tuan Tan akhirnya tahu bahwa Matsumi adalah orang Jepang dengan identitas samaran Tjoa Kim Hwa. 

Kaguya yang tidak mempunyai identitas yang jelas akhirnya dititipkan oleh Matsumi di kelenteng Hok An Kiong, sebuah kelenteng yang mengurus anak-anak yang terlantar. Sedangkan Matsumi harus kembali ke Jepang. Sujono yang merasa kehilangan Matsumi dan Kaguya akhirnya mencari kemana-mana, dan akhirnya dia menemukan Kaguya di kelenteng Hok An Kiong. Sujono membawa Kaguya pulang kerumah Sulis, walaupun dia tahu pasti Sulis tidak akan menerimanya.

Di rumah Sulis Kaguya selalu menangis mencari Matsumi, Sulis yang tidak mau direpotkan oleh anak hasil selingkuh suaminya itu membentak-mentak Kaguya. Sedangkan Sujono kembali bekerja, karena dia harus menghidupi Kaguya yang sudah diganti namanya menjadi Lestari agar identits Jepang hilang dari Kaguya. Pagi sampai sore Sujono bekerja. Sedangkan di rumah, Lestari disiksa oleh Sulis. Sampai Lestari beranjak dewasa, suatu kejadian yang mengerikan terjadi padanya. Lestari diperkosa oleh kaka tirinya, Joko karena Lestari memang tumbuh sebagai seorang bidadari cantik. Sulis yang melihatnya kembali meyiksa Lestari. Lestari dianggap menggoda Joko.

Pukulan, jambakan, Cakaran didapatkan Lestari dari Sulis, sampai sebuah garpu berkarat menggerus muka Lestari. Sulis menggeruskan berkali-kali garpu berkarat itu ke muka Lestari. Lestari terkapar tak berdaya dengan wajah yang tak karuan. Sujono pulang dan disambut dengan melihat anaknya terkapar tak berdaya langsung menghajar Joko, tak lupa juga dengan istrinya Sulis.

Akhirnya Sujono memutuskan meninggalkan Sulis dan membawa Lestari ke rumah Matsumi. Sujono dan Matsumi hidup bahagia berdua, selama lima puluh tahun ingatan Lestari kepada Matsumi sedikit demi sedikit hilang. Karena Lestari sibuk mengurus bayi-bayi yang ada di rumahnya. Lestari mejadikan rumahnya panti asuhan yang mengasuh anak-anak terlantar. Bersama Sujono yang sudah tidak bisa bekerja lagi karena serangan struk laestari mengurus panti asuhannya. 

Setiap hari Sujono hanya memandang matahari, membuat orisuru dan mengucap nama Matsumi. Lestari penasaran siapakah Matsumi. Sampai akhirnya Lestari bertemu lagi dengan Matsumi, karena anak angkat Lestari, Maya ingin menikah dengan Higashi seorang laki-laki asal Kyoto yang juga nak angkat Matsumi. Pertemuan itu pun membuka segala rasa penasaran Lestari terhadap Matsumi. Matsumi adalah ibu kandung yang telah meninggalkan dia di Indonesia.

Lestari sebagai ibu angkat Maya memutuskan untuk ikut mengantarkan anaknya ke Kyoto, tempat suami Maya tinggal. Dan di sana Lestari menghabiskan waktunya bersama Matsumi, mereka saling bercerita kehidupan mereka dan yang mengejutkan Lestari adalah pernikahan Matsumi dengan Takeda, seorang laki-laki Jepang yang ditinggal oleh istrinya setelah perang dunia ke II. Matsumi merasa rasa rindu dan cinta Sujono, ayahnya hanya bertepuk sebelah tangan.

Cerita dalam novel perempuan kembang jepun ini ditutup dengan kepulangan Lestari ke Indonesia, dan sebelum pulang ke Indonesia Takeda memberikan hadiah lukisan kepada Lestari. Didalam lukisan itu tergambar wanita Jepang lengkap dengan kimononya, dan Lestari memberi judul lukisan itu “Perempuan Kembang Jepun”.

Novel yang sangat mengharukan jika kita membacanya sampai selesai, karena dengan background penjajahan di Indonesia, Lan Fang mencoba menguak percintaan yang begitu mengenaskan. Bukan hanya cinta yang diceritakan Lan Fang dalam novelnya ini, kehidupan seks, uang, semangat, dan rasa nasionalisme bercampur dalam novel ini serta di ceritakan juga bagaimana kehidupan geisa di Jepang. Selain itu dalam novel ini pembaca juga di masukkan kedalam konflik cinta yang begitu pedih tapi novel ini juga bisa menyadarkan para pembacanya bahwa cinta yang hanya di dasari oleh seks dan uang tidak akan membawa kebahagiaan, melainkan cinta dengan kesederhanaan, tanggung jawab dan rasa kasih sayanglah yang akan bertahan dan berakhir bahagia.

Walaupun novel ini tidak diakhiri dengan happy ending, karena Lestari malah akan hidup sendiri di Indonesia setelah ditinggal Maya pergi ikut Higashi ke Kyoto. Lepas dari semua itu novel Perempuan Kembang Jepun ini begitu memikat dan pantas untuk dibaca oleh khalayak.

Minggu, 12 Februari 2012

Salah Tafsir dan Penolakan FPI

Kemarin siang saya mendengar berita mengenai penolakan FPI di Palangkaraya Kalimantan Tengah. Entah mengapa penolakan itu terjadi, mungkin warga disana tidak ingin kehidupan mereka yang tentram di usik oleh Ormas yang dianggap seenaknya sendiri itu, atau mungkin warga palangkaraya kurang suka dengan orang-orang FPI. Tentunya saya tidak tahu.
Mungkin tindakan penolakan warga Palangkaraya itu tidak patut di lakukan, walau terkadang FPI memang meresahkan masyarakat dengan ulahnya. Menurut saya warga Palangkaraya seharusnya menyambut kedatangan lima anggota FPI itu, karena kita tidak boleh berpikiran buruk terlebih dahulu terhadap siapapun.
Barangkali FPI setelah penolakan itu juga akan merubah perilaku mereka, karena kedatangan mereka bisa dianggap sebagai ancaman dimana-mana. Sebagai salah satu Ormas yang membawa embel-embel Islam, FPI seharusnya tidak melakukan hal yang melanggar hukum, apalagi sampai melanggar norma-norma yang ada di Indonesia. Mungkin tindakan yang mereka lakukan dianggap benar oleh mereka sendiri, tetapi belum tentu menurut orang lain.
FPI berdalih perbuatan mereka sudah ada dalam Al-Quran, tapi dalam AL-Quran tidak ada anjuran untuk merusak, bahkan membunuh. Penafsiran yang salah mungkin jadi pemicu perbuatan FPI. Barangkali semua umat islam harus lebih jeli untuk menafsirkan AL-Quran, karena kesalahan kecil dalam penafsiran Al-Quran bisa membuat banyak permasalahan, seperti pribahasa “hancur nila setitik, rusak susu sebelanga”.

Sabtu, 11 Februari 2012

Antara Toleransi dan Bogem Mentah

Dia tidak lebih dikenal dari pada Soe Hok Gie, tapi dia dan Gie adalah dua pemuda yang mempunyai pemikiran yang berpengaruh di Indonesia, selain itu dia dan Gie sama-sama mati muda. AhmadWahib, ya seorang yang selalu dirundung gelisah, tentang keadaan beragama pada tahun-tahun dimana kelompok-kelompok agama belum mempunyai tempat di Indonesia, yaitu pada zaman presiden Soekarno. Ahmad Wahib memang tidak setenar Soe Hok Gie, tapi pemikiran-pemikirannya mengenai islam memang perlu diilhami. Wahib pernah begitu getol menyerukan perubahan dalam kebebasan berfikir, walaupun kenyataanya sekarang kebebasan berfikir itu sudah ada tapi rasa fanatik yang amat besar berhasil mengalahkannya.

Kebebasan berfikir yang dalam ranah agama yang digagas oleh Wahib bagaikan sirna di telan zaman, begaimana tidak, di indonesia selalu ada masalah yang di dasari oleh perbedaan pikiran atau ideologi, apalagi diranah agama. FPI dan Ormas-Ormas islam lainnya contohnya, seakan menjadi monster mengerikan bagi orang-orang yang ingin bebas berfikir, karena selalu saja tempat atau orang-orang yang dianggap melenceng dari agama Islam selalu diserbu dan dirusak bahkan tak sedikit yang dihabisi nyawanya oleh Ormas-Ormas layaknya FPI.

Saya tidak ingin berpikiran buruk tentang Ormas-Ormas islam, tapi seperti sudah menjadi langganan berita mengenai penyerbuan atau penggerebekan ilegal yang dilakukan oleh Ormas-Ormas tersebut. Padahal di indonesia bukan hanya umat islam yang ada, banyak dari penduduk Indonesia yang tidak beragama islam, dan mereka butuh apa yang di larang oleh agama islam.

Rasa toleransi dan ke Bhineka Tunggal Ika an seperti melebur menjadi abu ketika pembakaran tampat- tempat yang dianggap sebagai sarang dosa oleh Ormas-Ormas tersebut, entah besok Indonesia akn menjadi negara seperti apa, jika selalu ada darah ketika setiap orang bebas berpikir. []

Jumat, 10 Februari 2012

Laut Itu Menari

;untuk Miyagi yang terbakar setelah diguyur air

Saat senja langit merah marun
Terpantul cahaya ke semua mata

Melodi dentuman ombak melantun indah
Indah
Indah
Indah
Seakan semua termetamorfosiskan oleh siang yang seperti sore itu
Angin yang lembut menyentuh indra perasa
Tapi dentuman ombak itu seperti menjeritkan sesuatu
Tapi tak satupun yang mendengarkannya

Angin yang lembut berubah beringas
Lalu jeritan ombak yang tak didengar pecah
Guncangan bertubi menari di lautan
Memaksa ombak berlarian kedaratan
Menendang dan menyapu semuanya
Kemudian menyeretnyan kembali ke lautan

Oh laut, kau terguncang dan merenggut semua kehidupan darat ke dalam laut yang  asing
Lalu sekarang api masih menyala di sini.

Siapa ?

apakah itu kau?
yang selalu basah dengan airmata darah
meleleh membasahi bahana.
lalu siapa yang sedang berlumur cinta disana?

Selasa, 07 Februari 2012

Kepulangan Adalah Sebuah Repetisi Dalam Hidup

−Rumah itu selalu rawan jadi medan tempur kok, jadi siapkan dirimu.

Itulah yang dikatakan Mas Arys mengenai keadaan rumah, saya selalu ingat kata-kata itu kerena kehidupan di rumah saya selau diwarnai dengan caci maki dan terikan, dan kadang kala diselingi oleh tangis tersedu.

Keluarga saya memang bukan keluarga yang berpunya. Berpunya di sini juga tidak miskin atau bahkan kaya karena keluarga saya bisa mencukupi kehidupan sehari-harinya dan itu saya sebut sederhana. Bapak saya adalah seorang tenaga pengajar di sebuah Sekolah Dasar di sebuah desa di wilayah Lamongan, Ibu saya seorang penjahit yang terpaksa meninggalkan mesin jahitnya karena serangan diabetes, kakak pertama saya juga adalah seorang tenanga pengajar di Sekolah Menengah Atas, kakak kedua saya juga bekerja sebagai tenaga pengajar, tapi sayangnya dia tidak seberuntung bapak dan kakak pertama saya yang sudah menjadi pegawai negeri, dia hanya mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar milik orang Cina, dan yang terakhir dari anggota keluarga adalah saya. Saya adalah satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga, dan entah mengapa saya selalu menjadi tempat curahan amarah bapak. Saya masih bersekolah di sebuah Universitas di Jember.

Saya memang tidak sepintar kakak-kakak perempuan saya, itu terbukti karena kemarin saya menyerah ketika kuliah di jurusan sastra inggris dan lebih memilih pindah ke jurusan sastra Indonesia. Tapi seperti sama saja saya pindah, karena nilai saya tetap jeblok dan itu memicu sebuah perang seperti yang dikatakan oleh Mas Aris.

Ketika saya pulang dan bapak saya tahu nilai saya jeblok, dia langsung memarahi saya dengan makian-makian yang mungkin akan memancing emosi. Tapi saya sadar yang memaki saya adalah seseorang yang telah membiayai sekolah saya. Akhirnya saya memutuskan untuk diam dan menerima semua makian itu.

Rumah seharusnya memang menjadi tempat terbaik bagi kita, tapi ketika rumah menjadi sebuah neraka dengan berbagai macam siksaan dan makian ketika kita pergi lama dan pulang kembali ke sana adalah sebuah ilusi. Dan sekarang ilusi itu keluar dari khayalan dan terjadi di dunia nyata.

Bapak memang seseorang dengan tempramen tinggi, akibatnya semua orang di rumah pernah dicaci olehya, entah itu karena dia sayang dengan anggota keluarganya atau hanya membuang semua emosi yang ada dalam otaknya. Sekarang di rumah cuma ada dua orang, bapak dan ibu karena kedua kakak saya sudah menikah dan ikut suami mereka, sedangkan saya melanjutkan belajar saya di Jember.

Saya hanya akan pulang ke rumah jika ada libur panjang dan ada sebuah kejadian yang mungkin tak ada dalam kamus keluarga yang bahagia. Kepulangan, ya kepulangan bak sebuah kepergian lain tanpa kita sadari. Sebuah kepulangan bukan hanya ketika kita kembali ke tanah dimana ari-ari kita ditanam. Seperti saya yang mengganggap kepulangan sebagai sebuah repetisi dalam hidup yang tak akan bisa kita hindari.

Kita akan mengalami kepulangan setiap hari, bahkan setiap jam. Karena bukan hanya rumah tempat kita berpulang, dan rumah bagi saya sekarang sama seperti apa yang dikatakan Mujibur Rohman dalam puisinya “rumah yang asing, masa lalu yang sumbing/kurelakan segalanya/tertinggal sebagai catatan/luka”. Karena rumah saya bukan lagi tempat untuk memanjakan diri, melemaskan otot-otot yang tegang, atau bersenang-senang sesuka hati, di rumah saya sekarang hanya ada amarah dan sebuah konflik tanpa ujung.[]