Hari Haran adalah seorang pelajar yang pandai tetapi miskin. Ia ingin ke ibukota untuk mengikuti ujian, tapi ia tidak punya uang. Ia mencoba mencari pekerjaan kesana kemari tidak ada yang menerimanya. Padahal waktu ujian sudah semakin dekat.
Suatu hari dalam perjalanannya mencari pekerjaan, ia melihat seorang laki-laki tergeletak di tengah jalan. Sepertinya ia sedang mengerang kesakitan. Laki-laki itu terluka. Wajahnya berdarah-darah. Tangan dan kakinya lebam-lebam.
“Apa yang terjadi pada Bapak?”
“Aku dirampok, tolong, aduh....” setelah mengucapkan kata-kata itu, bapak tua itu pingsan. Hari Haran yang yatim piatu segera membawanya pulang ke rumah dan merawatnya hingga sehat kembali. Sekarang Pak Krisnamurti, demikian nama bapak itu, itu ingin pulang ke rumahnya.
“Terimakasih anak muda. Siapa namamu?”
“Hari Haran.”
“Hari Haran, sebenarnya aku ini pedagang bakpau. Beberapa hari lalu aku berniat membeli bahan dagangan, tapi aku dirampok. Seluruh anak buahku melarikan diri. Untung kau lewat, jika tidak, mungkin aku sudah mati. Terimalah ini sebagai ucapan terima kasihku,” Pak krisnamurti itu beniat memberi Hari Haran uang, tapi Hari Haran menolaknya.
“Maaf Pak, saya ikhlas menolong, tidak ada keinginan memperoleh imbalan. Sudah kewajiban kita sebagai sesama manusia untuk saling menolong.”
Pak Krisnamurti kagum dengan sikap rendah hati Hari Haran. Ia ingin menjadikan anak muda itu sebagai penjaga salah satu toko bakpaunya.
“Bagaimana kalau kau ikut saja ke ibukota. Kau bisa menjaga salah satunya. Bukankah kau sedang membutuhkan biaya untuk ujian?”.
“Jika bapak mengijinkan, saya akan ikut.” Akhirnya Hari Haran mengikuti Pak Krisnamurti dan diberi amanat menjaga salah satu cabang tokonya yang baru berdiri. Ternyata nama toko Pak Krisnamurti sudah tersohor dimana-mana sehingga orang-orang tidak meragukan lagi kualitas bakpau yang dijualnya. Tapi karena toko yang dijaga Hari Haran masih baru, maka pembelinya belum seberapa banyak. Hari Haran lalu rajin berpromosi dan selalu ramah melayani pembeli yang datang. Ia selalu tersenyum meski kadang ada pembeli yang cerewet. Orang-orang jadi puas dengan pelayanan dari Hari Haran. Tiap hari toko selalu ramai dikunjungi orang-orang yang ingin menikmati lezatnya bakpau. Bahkan orang dulunya tidak suka bakpau menjadi penasaran dan akhirnya mencoba membeli.
Pak Krisnamurti senang sekali memiliki karyawan Hari Haran. Pemuda itu tidak hanya cermat dalam berdagang, ia pun jujur. Tak hanya itu, Hari Haran juga bersemangat tinggi dalam meraih cita-citanya. Jika siang hari ia sibuk di toko, waktu malam ia gunakan untuk membaca buku. Pak Krisnamurti juga tahu, Hari Haran selalu menabung uang upahnya dan tidak berfoya-foya membeli suatu yang tidak ada gunanya.
Tapi sayang, lalu negara di landa krisis moneter. Semua harga naik, BBM juga naik. Orang-orang jadi berhemat dalam belanja. Toko bakpau Pak Krisnamurti pun terkena dampaknya, jadi sepi pembeli. Begitupun toko yang dijaga Hari Haran. Padahal jumlah bakpau yang dijual sudah dikurangi, tetapi ada saja tiap hari yang tak terjual dan akhirnya mubazir basi.
Suatu hari, Hari Haran sedang terkantuk-kantuk di tokonya yang sepi ketika seorang nenek-nenek datang bersama seorang cucunya yang sedang menangis.
“Apakah kau yang bernama Hari Haran ?”
“Iya Nek, kenapa?”
“Kata orang kau sangat baik hati.”
“Ah Nek, biasa saja, Jangan memujiku seperti itu, nanti aku menjadi sombong. Allah tidak suka orang yang sombong. Apakah nenek mau beli bakpau?”
“Ya, cucuku ingin sekali makan bakpau, tapi aku tidak punya uang.” Nenek itu memelas, “Maukah kau memberiku sebuah saja.”
Tanpa banyak bicara Hari Haran segera membungkus 5 buah bakpau dan memberikannya pada cucu si nenek.
“Nah, terimalah adik kecil. Bakpau yang enak isi keju, kau pasti suka.”
“Tidakkah itu terlalu banyak? Apa kau tidak akan dimarahi pemilik toko?
Berapa aku harus membayar”
“Tidak usah bayar Nek. Nenek tenang saja. Anggap saja ini hadiah dariku.”
“Kalau begitu aku bayar pakai ini saja.” Sang nenek mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, ternyata sebuah uang dari kereweng yang dibentuk bulat.
“Anggaplah ini juga hadiah dariku.”
Hari Haran Cuma tersenyum, tapi diterimanya saja uang kereweng dari sang nenek yang segera mengajak cucunya pergi. Sepertinya cucunya sangat senang mendapatkan bakpau yang diinginkannya. Hari Haran segera menyimpan uang dari nenek itu ke tabungannya.
Ternyata keesokan harinya nenek itu datang lagi. Dan lagi-lagi ia meminta bakpau dan menukarkanya dengan uang kereweng. Lusanya pun ia datang lagi. Tiap hari dia datang. Tapi Hari Haran selalu dengan senang hati memberi bakpau padanya meski ia harus mengganti uang pembayaran bakpau dengan uangnya sendiri. Ia sudah cukup bahagia bisa berbagi dengan nenek dan cucunya itu. Dan selalu nenek itu berdo’a untuknya ketika hendak pergi.
“Semoga Allah membalas budi baikmu.”
“Amin.”
Sehingga terkumpullah uang kereweng pemberian si nenek dalam tabungan Hari Haran. Sampai ahkirnya suatu ketika tibalah waktu ujian dan Hari Haran harus pergi mengikutinya. Dengan berat hati ia mengatakan pada si nenek.
“Nek, mulai besok aku tidak berjualan, tapi digantikan orang lain. Aku harus ikut ujian.”
“Tapi apa aku masih boleh membeli bakpau dengan uang kereweng?”tanya si nenek sedih.’Nek mulai besok aku tidak berjualan sementara digantikan orang lain. Karena aku harus mengikuti ujian di ibukota.”
“Apakah aku masih boleh membeli bakpau dengan uang kereweng?”
“Jangan Nek penjualnya bisa marah. Begini saja ini aku ada uang. Nenek pakai saja uang ini untuk membeli bakpau selama aku pergi.” Hari Haran menyerahkan sebagian uangnya tabungannya pada si nenek. Nenek menerimanya dengan gembira.”Nah Nek do’akan aku lulus ya.”
“Tentu saja Hari Haran aku akan selalu mendoakanmu.”
Maka begitulah Hari Haran segera berangkat ke ibukota Dia harus berada disana satu minggu lamanya. Pak Krisnamurti memberinya sedikit uang untuk bekal. Semula Hari Haran menolak tapi Pak Krisnamurti bersikeras, ia berharap Hari Haran bisa lulus dengan nilai yang terbaik. Sementara Hari Haran menitipkan kaleng tabungannya yang berisi uang kereweng pada Pak Krisnamurti.
Setelah seminggu mengikuti ujian tiba-tiba Hari Haran mendengar kabar buruk. Toko bakpau Pak Krisnamurti yang terbesar dilahap si jago merah hingga tak bersisa. Karena sedih memikirkannya, Pak Krisnamurti jadi sakit keras. Mendengar berita itu Hari Haran jadi bingung ia ingin menjenguk Pak Krisnamurti tapi ujiannya baru akan selesai seminggu lagi. Ketika ujian selesai bergegas ia pulang ke rumah Pak Krisnamurti. Ternyata penyakit Pak Krisnamukti begitu parah. Ia sudah berobat kesana kemari tapi belum ada obat yang bisa menyembuhkannya. Demi biaya pengobatan Pak Krisnamurti sudah menjual semua tokonya. Pak Krisnamurti menjadi sangat miskin sekarang.
Hari Haran ingin membantu tapi ia juga tak punya uang. Tabungannya sudah habis untuk membayar biaya ujian. Padahal ia sudah menganggap Pak Krisnamurti sebagai ayah sendiri. Sedih rasanya melihatnya kurus kering tergolek di tempat tidur tak mau makan dan minum.
Hari Haran diberitahu seorang temannya yang juga mengikuti ujian bahwa ada seorang tabib dari negeri seberang yang bisa mengobati segala penyakit. Ia memberitahukannya pada Pak Krisnamurti.
“Hari sebenarnya aku sudah mendengarnya juga. Aku ingin kesana tapi aku tak punya uang lagi. Aku ingin memakai uangmu, tapi kaukan tidak ada. Jadi aku menunggumu pulang untuk minta izin”
Hari Haran terkejut mendengar kata-kata Pak Krisnamurti. Seingatnya ia sudah tidak punya uang tabungan lagi.
“Tetapi saya tidak punya tabungan apapun.”
“Apa kau lupa kau telah menitipkan tabunganmu padaku? Aku masih menyimpan tabunganmu itu. Bolehkah aku meminjamnya untuk berita berobat. Jika nanti aku sehat kembali aku berjanji akan mengembalikannya.” Hari Haran jadi bingung. Ia ingat bukan uang yang ada dalam kaleng tabungannya tapi uang kereweng yang dikumpulkannya dari nenek yang meminta bakpau.
“Tapi....“
“Aku masih menyimpan tabunganmu di bawah kolongku, ambillah.”Pak Krisnamurti menyuruh Hari Haran mengambil kaleng dari kolong tempat tidurnya. Hari Haran bingung, bagaimana nanti komentar Pak Krisnamurti mengetahui isi tabungan itu hanyalah uang kereweng tentu ia akan sangat malu sekali.
Hari Haran dengan gemetar mengambil kaleng tabungannya yang terasa lebih berat dibanding ketika ia menyerahkannya pada Pak Krisnamurti dulu. Sambil menahan nafas ia membuka tutup kaleng tabungannya dan langsung terkejut. Ia sampai terbelalak melihat isinya. Bukan kereweng tapi koin-koin emas yang berkilauan.
“Aku heran kau bisa menabung begitu banyak.”Kata Pak Krisnamurti. Hari Haran hanya diam. Dalam hati ia mengucap syukur pada Allah yang Maha Kuasa. Pasti Dialah yang melakukan ini. Dia mengganti apa yang diberikan Hari Haran pada nenek peminta bakpau itu dengan yang lebih banyak
“Ya Pak. Semoga ini bisa dipakai bapak berobat dan bapak bisa sembuh seperti sediakala.”
Ahkirnya dengan koin-koin emas itu Pak Krisnamurti berobat ke tabib. Ia sembuh dan bisa kembali merintis usaha bakpau yang sempat bangkrut. Sementara Hari Haran juga berhasil lulus dengan nilai terbaik. Ia diangkat menjadi pegawai di ibukota.
Tapi sayang ketika Hari Haran mencari keberadaan sang nenek dan cucunya yang dulu suka meminta bakpau, tapi ternyata tak seorangpun yang mengaku mengenalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar