~tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu (Gie)
“anak e paklekmu arep nikah suk sak durunge riyoyo besar.” apa saya tidak salah dengar dengan apa yang dikatakan ibu saya itu, sepupu saya mau menikah sebelum idul adha, padahal kabar terakhir yang saya terima ketika ke rumah paklek dulu, sepupu saya itu baru masuk kuliah di salah satu universitas islam di Lamongan. Ah, kenapa nasib begitu cepat berubah.
Saya memang selalu ketinggalan jika ada kabar pernikahan di keluarga besar saya, mungkin karena sifat apatis saya. Kabar pernikahan sepupu saya itu begitu menghantam jantung, lalu nafas keluar tersengal seketika. Sebenarnya sudah ada satu sepupu saya yang setelah lulus SMA dia menikah dan kemarin ketika bertemu, dia sudah menggendong anaknya yang berumur satu tahun, begitu cepat waktu menggiring nasib. Mendengar kabar sepupu akan menikah itu membuat saya kembali teringat masa-masa ketika masih sering menangis.
Ya, dulu ketika kami masih mengelap ingus dengan lengan baju, kami sering menghabiskan waktu bersama, berlari ke halaman tanpa pakaian, bermain sepeda dengan ugal-ugalan, bahkan saling menggosok badan ketika mandi bersama. Yah waktu itu belum ada nafsu ketika kami sama-sama melihat tubuh telanjang satu sama lain, yang ada hanya sifat kekanakan yang selalu dihiasi senyum dan tangisan.
Itu dulu, sekarang satu sepupu saya sudah menggendong anak, dan satu lagi akan menikmati bagaimana rasanya bergumul dengan suami. Kedua sepupu saya itu adalah wanita yang hebat, mereka mungkin mengenal Siti Nurbaya dan memaknai hidup sepertinya, tapi jika nasib sudah membuka pintu kita tidak akan bisa ingkar untuk melewatinya.
Satu lagi sepupu saya, seorang laki tapi bukan laki sial seperti saya yang masih harus memeras kantong orang tua. Sepupu laki saya itu sudah bekerja, walaupun dia hanya lulusan SMA dan dia sepertinya bahagia dengan pekerjaannya itu, dia sudah bisa membeli kendaraan untuknya juga untuk orang tuanya dan tentu dia juga siap untuk menikah dengan modal itu. Tapi sampai sekarang dia juga belum menikah.
Mungkin Gie tak salah mengatakan “tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu” dan kita pun tak akan pernah tahu walaupun kita selalu menentukan tujuan hidup kita sendiri-sendiri. Semua kembali pada pintu nasib yang akan terbuka natinya.
Ah, saya juga teringat bagaimana hampir 80% kawan SD saya sudah berkeluarga. Ketika saya pulang ke rumah saya melihat senyum-senyum menyembul dari wajah kawan SD saya yang sudah menggandeng seseorang di sisinya, dan saya pun membalas senyum mereka tentunya. Tapi ada seorang kawan SD yang mempunyai nasib sama seperti saya, masih tetap memeras kantong orang tua dan kami berdua sering sekali berbicara tentang masa lalu dan tentang gendongan anak-anak dari kawan-kawan kami.
Pernikahan, menurut gie hanya kontak malam antara laki dan perempuan. Pada hakikatnya memang seperti itu tapi ada yang kita tanamkan dalam sebuah pernikahan, entah apa itu tentunya para lelaki dan perempuan yang telah menikah pasti tahu itu. Seperti sepupu saya yang akan menikah sebelum idul adha nanti, dia pasti tahu apa yang akan dia lakukan dan dia tanamkan dalam keluarganya.
Yah semoga sepupu saya setelah menikah nanti masih mengingat bagaimana kita berlari tanpa pakaian di depan rumah, dan semua yang kita lakukan waktu kecil dulu. Dan tentunya semoga kau temukan keluarga yang bisa menanamkan kenangan dan membukakan pintu nasib untukmu.
Nah, barusan saya dapat sms dari teman yang senasib dengan saya dia mengajak saya ngopi dan tentunya dipenuhi obrolan tentang masa lalu dan “tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar