Selasa, 29 Januari 2013

Mencipta Sejarah, Menyimpan Kenangan



“...tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu”
(Hujan Bulan Juni-Sapardi Djoko Damono)

Sepertinya sudah bertahun-tahun aku tidak menuliskan sesuatu, aku seperti mati dalam ruangan nonproduktif entah karena apa. Beberapa puisi tidak selesai, beberapa janji tak terealisasi, juga beberapa rencana terbengkalai. Dan saat ini aku ingin memulai kembali melahirkan sebuah keteraturan hidup dengan menulis, walaupun hanya tulisan yang tidak begitu penting untuk orang yang mau membacanya.

Yah, aku menjadi seorang yang sedikit berbeda beberapa bulan ini, ini karena cinta. Ah kenapa aku menjadi lemah karena cinta, tidak pernah sebelumnya aku seperti ini. Aku mebiarkan semua bertanya ‘ada apa dengan sadam?’ dan membiarkan semua diserap akar pohon bunga itu. Seorang wanita dengan kelembutannya membuat kekalutan semakin tebal saja dalam kehidupanku. Wanita yang pernah membiarkan aku mapir sebentar di halte hatinya. Wanita dengan pandangan mata yang dalam.

Aku punya cinta pertama dan tentunya cinta kedua, tapi berbeda dengan cinta yang ketiga ini. Cinta pertamaku hilang karena alasan yang benar-benar sepele walaupun akhirnya menyisakan sakit. Lalu cinta keduaku, cinta yang harus kujalani bersama jarak dan waktu yang begitu kejam, berakhir karena alasan yang benar-benar menyakitkan, alasan yang abu-abu dan membuat airmata membuncah dari tempatnya. Ah, tapi aku bukan seorang yang senang terlalu terlarut dan akhirnya memutuskan mengumpulkan kenangan masa lalu tentang luka dan bahagia itu pada kotak kenangan. Kotak kenangan yang semua orang tidak akan tahu bentuknya atau mungkin isinya. Aku mecoba terus mencoba menyimpan kotak kenangan itu pada tempat yang benar-benar tertutup rapat untuk orang-orang yang ada di sekitarku, juga untuk keseharianku selanjutnya, dan sedikit demi sedikit karena terus mencoba walaupun kadang kotak kenangan itu meledak bersama alasan dan luka yang membuatku kembali terjatuh. Tapi seperti apa yang dikatakan chairil “…ada yang tetap tidak terucapkan // sebelum pada akhirnya kita menyerah.” Dengan berusaha mencipta sejarah baru juga membiasakan diri dengan segala yang ada di depan, aku terus berjalan dan mengalirkan semua seperti hujan.

Lalu seorang wanita yang sempat tersenyum padaku 3 tahun yang lalu itu muncul, dan dia menjadi harapanku mencipta sejarah yang baru agar kotak kenangan itu semaki terkunci rapat. Aku mencintainya dan aku tahu harus mencintainya dengan segala apa yang dibawanya dari masa lalu dan aku melakukannya, sekali lagi aku harus berusaha dan bersiap untuk terjatuh lagi, mencipta luka lagi dan menjadi seorang yang rapuh lagi. Kami menjalin sebuah hubungan, hubungan yang berlandaskan kecocokan tanpa ada relationship. Aku tahu dia masih menyimpan bayang cinta pertama yang tidak lain adalah temanku ketika aku menginjakkan kaki di jember, dan pertemuan kami pun karena dia bersama temanku itu.

Aku tahu dia masih sering berkomunikasi dengan cinta pertamanya dan aku tak mempermasalahkan itu semua, ketika dia mau jujur tentang itu semua padaku. Tapi dia berubah, dia yang menyukai senja itu benar-benar berubah, dia bukan seseorang yang dulu, yang menemu hujan, yang mengumpulkan dan mengharap rindu, yang selalu ingin berbicara banyak. Entah apa yang terjadi padanya ketika aku meninggalkannya untuk pergi ke kampung halamanku selama beberapa hari. Aku benar-benar merasakan perubahan seseorang yang melukiskan cinta pada pandang matanya itu. Dan itu membuat aku juga berubah, bukan lagi seorang sadam yang tak mau terlarut menjadi seorang sadam yang mudah sekali mencipta kekalutan.

Ini cinta yang berbeda, juga kesunyian yang berbeda. Aku tak melihat pandangan mata yang melukiskan cinta itu lagi ketika sudah berada di jember lagi. Tapi aku tetap mencintainya. Mencintainya dengan segala apa yang dibawanya. Entah kenapa dia bisa membawa sejarah yang benar-benar baru dalam kehidupanku, sejarah tentang mengingat dengan kuat memori masa lalu yang malahan aku tidak ingin melakukannya.

Jika aku seseorang yang benar-benar bebal, mungkin aku akan mengekang dia agar dia tidak menjalin komunikasi dengan cinta pertamanya itu, tapi aku bukan seseorang yang seperti itu. Aku mencintai dia seperti merpati yang bebas terbang dan tau tempatnya kembali, tempat dimana dia mendapatkan hidup yang sebenarnya. Aku benar-benar berubah dengan mencintainya, entah dalam aspek apa, tapi aku merasa ada yang berubah. Sekarang aku hanya berharap pandangan mata penuh cinta itu kembali dan hujan tidak selalu datang karena kesedihan melainkan karena kebahagiaan.

Aku mencintai seorang perempuan yang menyukai senja bukan sebagai perpisahan, aku akan tetap mencintainya, sebelum dan setelah ini dan semoga dia tahu bahwa ada seseorang yang menunggu cintanya kembali dalam pandangan mata yang begitu dalam.

Tulisan ini diawali dengan kutipan puisi Sapardi, dan juga akan ku akhiri dengan sebuah puisi dari Sapardi untumu ‘senjaku’.

Kukirimkan Padamu

kukirimkan padamu kartu pos bergambar, istriku,
par avion: sebuah taman kota, rumputan dan bunga-bunga, bangku dan beberapa orang tua, burung-burung merpati dan langit yang entah batasnya.

Aku, tentu saja, tak ada di antara mereka.
Namun ada.
(Sapardi Djoko Damono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar