Minggu, 27 Juli 2014

Ramadhan dan Hal-Hal yang Harus Dipikir Ulang

“Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, menjadi pertanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali Imran ayat 190)

Sore ini keadaan kampung halaman saya begitu tentram. Banyak anak kecil yang bermain di depan rumah, tak terkecuali rumah saya karena kakak saya sudah punya dua anak. Kampung yang terakhir kali saya ingat begitu gersang dan panas sekarang jadi sederet kebun yang nyaman untuk berteduh pada setiap rumah-rumah warga. Berbagai macam tanaman dan bunga, juga jalan yang hampir tuntas dipermak membuat keadaan semakin menyenangkan bagi saya. Senyum warga, tawa anak kecil dan siapa yang tidak suka ada gadis-gadis remaja yang ngerumpi di depan rumah setelah mandi dan berias. Jujur saya menyukai pemandangan itu. Begitu lengkap. Begitu sejuk.

Tapi sore di rumah saya tak pernah berubah, hanya semacam sejarah yang acak seperti kata Foucoult. Sore ini ketika menulis, bapak dan ibu saya sedang duduk santai di depan rumah dengan obrolan yang selalu sulit saya mengerti. Padahal besok sudah hari raya, tak ada hubungannya sebenarnya tapi anggap saja kalimat ini tak penting.

Sore ini adalah akhir bulan ramadhan, tapi obrolan bapak dan ibu saya sepertinya sama sekali tak ada hubungannya dengan bulan ramadhan. Mereka sedang asik membicarakan pengaruh Pemilihan Presiden (Pilpres) dan invasi Israel terhadap Palestina. Tak aneh memang jika mereka membicarakan topik itu, karena keduanya sampai sekarang masih hangat bagai gedang goreng yang baru diangkat dari penggorengan. Tapi untuk ukuran orang tua dengan umur kurang lebih 60 sampai 70 tahun yang sedang tinggal di desa, tak terjamah konflik dan notabene tak terkena pengaruh yang signifikan, mengapa orang tua saya memikirkannya?

Saya tak mau ikut dalam lingkaran pembicaraan kedua rang tua saya. Saya tak pandai mencairkan suasana obrolan orang tua, kecuali kalau mereka punya tingkah laku seperti saya. Tapi saya masih heran mengapa mereka lebih memilih membicarakan Pilpres dan Gaza daripada pembicaraan tentang baju baru, jajanan apa yg harus dihidangkan besok dan tetek bengek tentang hari raya lainnya. Atau obrolan tentang saya yang sama sekali tidak dibelikan barang baru, entah baju atau apa. Tapi tak apalah masih ada baju yang lama.

Terdengar ibu saya nyeletuk “tapi kabeh kok kejadian nang wulan poso yo..” sembari menyisir rambutnya yang semakin memutih. Pada akhirnya saya sadar juga, konteks pembicaraan mereka bukan Pilpres dan Gaza sebenarnya. Tapi kejadian yang terjadi di bulan puasa kali ini. Ibu saya memang pencerah.

Entah sengaja atau tidak, memang banyak sekali hal-hal yang terjadi di bulan ramadhan. Piala Dunia, Pilpres, Invasi Israel ke Gaza dan beberapa hal kecil yang lain. Dan beberapa hal yang terjadi bebarengan dengan bulan puasa ini saya rasa menuai banyak kontroversi.

Piala dunia semisal. Brazil bisa dibilang sukses menjadi tuan rumah event empat tahunan itu. tapi ada beberpa kontroversi yang muncul. Banyak yang menyoroti masyarakat pinggiran Brazil yang hidup di lingkungan kumuh dan kurang terurus oleh pemerintah. Saya jadi teringan film City of God. Film yang berlatar di sebuah daerah pinggiran di Brazil. Film tentang kemiskinan, kekerasan dan kekumuhan yang terjadi di Brazil. Juga tentang perjuangan anak-anak kecil Brazil melewati hidup yang banal.

Lalu invasi Israel ke Palestina. Sudah berapa tahun dua negara ini bertikai dan sudah berapa orang yang jadi korban, entah saya tak tahu persis. Tapi perang antara Iserael dan Palestina kembali memanas ramadhan ini. Israel di kebanyakan orang dilambangkan sebagai yang jahat dan Palestina sebagai korbannya. Selalu seperti itu, tentang agama dan beberapa hal yang berbau teologi lainnya disangkut pautkan dengan pertikaian ini.

Sepasukan hiperbola tentang Bani Israel datang, kemudian semakin luas dan hampir seluruh dunia terbawa bahwa konflik Israel dan Palestina adalah konflik islam dan yahudi. Konsensus dibentuk tanpa kesepakatan. Yahudi jahat dan Islam jadi korban. Padahal sebagian masyarakat Palestina adalah yahudi dan begitu sebaliknya, di Israel masyarakat muslim bisa hidup dengan bebas.

Kemudian Pilpres yang sampai sekarang masih hangat pemberitaannya. Presiden sudah terpilih tapi masih ada yang tidak terima. Gugatan dilayangkan oleh pihak yang menganggap ada kecurangan dalam Pilpres 2014 yang memenangkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Barang bukti dikumpulkan dan gembar gembor penggugat bagai krakatau yang meletus, tapi sayangnya sampai sekarang tak menghasilkan apa-apa kecuali hanya memperkeruh keadaan.

Sebelumnya, pada masa kampanye pun banyak sekali permasalahan yang muncul. Menurut saya itu membuat kotor pikiran rakyat indonesia. Semua hal dijadikan senjata kampanye termasuk isu SARA yang sangat sensitif di indonesia. Mindset masyarakat dibentuk tanpa takut akan saling sikut. Dan pada akhirnya Pilpres selesai tanpa kekerasan, syukurlah.

Tapi dari ketiga kejadian yang berbarengan dengan bulan ramadhan itu, saya kira kita harus bisa move on dan menggunakan akal yang telah diciptakan oleh Tuhan. Seperti yang tersurat dalam Ali Imran ayat 190 “Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, menjadi pertanda bagi orang-orang yang berakal.”

Tuhan tak mungkin menciptakan akal tanpa menciptakan pula hal-hal yang bisa membuat akal itu digunakan. Maka pada ramadhan ini, tentang Piala Dunia, Israel dan Palestina juga tentang Pilpres tentu sudah diatur oleh Tuhan agar umatnya berfikir menggunakan akal sehat dan bisa segera move on dari kesalah kaprahan yang segaja diciptakan oleh beberapa pihak.


Sore ini obrolan bapak dan ibu saya ditutup dengan meminum es buah dan di akhir tulisan ini saya juga sempat menyeruput es buah. Es buah tak seperti kata yang masih menyimpan keretakan pada beberapa sisinya. Es buah memiliki kepastian; manis dan dingin. Tapi kata tentu masih mempunyai ketidakpastian yang bisa mebuat kita salah jalan. Dengan kata lain, kita harus tetap bisa menggunakan akal sehat kita untuk memaknai sebuah kejadian tanpa terbawa arus yang tercipta. Akhirul kalam, selamat hari raya Idul Fitri dan mari memaafkan diri sendiri.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar