Sekarang malam. Apa kau suka?
Aku suka malam basah gerimis ini.
Kau suka bercinta dengan sang malam?
Aku pun sudah sering mamperkosa malam.
Untuk malam ini?
Mungkin tidak.
Kenapa? Kau takut pada hujan?
Tidak, aku hanya tak mau menghianati hujan.
Apa yang diberikan hujan kepadamu, hingga kau tak mau menghianatinya?
Dia sudah rela datang tiba-tiba menemaniku saat ini.
Kau ingin hujan terus manamanimu?
Hujan tak pernah bohongkan?
Iya, ia tulus mambawa ketenagan.
Kau tahu itu.
Dari kau juga. Bagaimana dengan bulan? Bukankah mereka hilang ditelan hujan?
Oh, kau manis sakali, bulan bagai rokok yang tak lelah ku husap, mereka juga butuh istirahat.
Apa mereka akan marah ketika setiap malam hujan selalu membuatnya hilang? Mereka juga rindu ingin menemani setiap insan bukan?
Oh, kau semakin manis saja. Apakah kau tau apa yang dipikirkan bulan?
Mungkin mereka ingin melihat raut wajah para insan. Memberikan serat-serat sinarnya.
Bukankah bulan tak punya ibarat sebagai umpama atas kelelahannya kepada malam? Dan apakah kau pernah bertanya pada bulan, apakah dia sudah makan?
Aku tak bertanya, aku mencoba berempati atas mereka.
Mereka juga butuh waktu.
Apa yang kau rasa saat malam basah tanpa bulan ini? Berbedakah dengan yang lalu?
Sepi, gelisah. Tapi berbeda. Mungkin sekarang aku benar-benar kesepian.
Hujan sudah menemanimu, apa kau ingin mengecewakannya?
Apakah hujan akan kecewa ketika para katak sudah tersenyum riang? Tapi sayang, aku tak bisa ikut tersenyum. Aku benar-benar merasa sepi oleh seseorang. Tapi siapa dia?
Tak tahu siapa dia? Seharusnya kau tahu siapa dia, apa kau mau sepi membunuhmu sendiri?
Lebih baik sepi yang membunuhku, daripada harus mati dalam keriuhan yang psikopat.
Kau tak pantas merasa kesepian, di luar mereka berharap senyummu.
Siapa mereka? Bukankah tak ada yang mengenaliku lebih dari sepi?
Mereka yang setiap kali kau temui. Mungkin kau belum menyisihkan kesempatan pada mereka untuk memahamimu.
Aku hanya tak mau membagi kegugupan di mataku ini. Mereka pasti mual dan muntah menerimanya.
Cobalah berbagi dengan mereka, yang menurutmu tempat yang bisa meluapkan segala kejanggalanmu.
Maafkan aku, aku hanya orang yang penuh dengan kerancuan, dan suatu saat mungkin kau akan menyesal mengenalku.
Mungkin bukan menyesal talah menganalmu, tapi mungkin nanti akan ada klimaks dimana kita bertolak belakang.
Aku adalah orang yang ambigu, kau tak akan menyukai itu.
Apa setiap yang ada dalam dirimu selalu yang tak bisa kuterima. Adalah sesuatu yang bisa aku dan orang lain terima.
Siapa lagi orang lain itu?
Kawan kita, mengapa kau tak paham?
Apakah ada kawan yang mau membagi paham denganku?
Bukankah aku seorang skeptisian, dan mengapa aku harus seperti ini? Beruntung sekali orang yang tak mengenalku.
Contohnya aku. Apa kau pikir aku beruntung tak mengenalmu? Mengapa? Mengapa kau begitu menutup diri atas kawan-kawanmu? Apa kau sudah memahami mereka?
Memahami? Inginpun tidak. Aku tidak ingin hanyut di lautan mereka. Lalu aku harus berhati-hati menapaki mereka. Begitu juga denganmu, aku selalu resah menyapamu, padahal ada ingin. Dan pernahkah kau berpikir pernah mengenalku?
Aku hanya mengenalmu sebatas tahu kau ini seperti apa. Untuk memahami dan mengerti atas dirimu itu belum terasa.
Apa kau juga pernah berpikir setelah memahamiku kau akan menyesal?
Aku tak tahu. Memahamipun belum, kenapa sudah pikir menyesal?
Sudahlah, kau dan lelakimu pasti bahagia, tak usah memahamiku.
Ya terima kasih, aku juga membutuhkanmu
Sudah malam, tidur sana!
Iya, jangan sungkan-sungkan ya. Selamat malam!
Iya, selamat malam, dan semoga besok sang Ra tak membuatmu bosan.
2011
(Gambar dari Google)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar