Jangan tesedu, sebab lelaki dilahirkan bukan untuk itu (indrian Koto)
Bagaimana jika kepulangan menjadi sebuah hal yang menyakitkan, menjadi hal yang mencabik selaput airmata dan menumpahkan semuannya. Kepulangan yang seharusnya menjadi sebuah kegiatan sakral berubah menjadi sisa jahitan luka yang membilur. Ya kadang kepulangan memang tak seperti apa yang kita harapkan, dan kadang juga lebih dari apa yang kita harapkan. Tapi kepulangan tetaplah sebuah dendam terhadap jarak, dendam terhadap semua yang tersisa dan kepulangan tetaplah ritual rutin yang akan kita hadapi walaupun kita tak mengharapkannya.
Beberapa hari yang lalu saya menangis karena sebuah kenangan tentang kepulangan, kepulangan yang menyimpan sebuah senyuman. Kepulangan yang membuat saya ingin mengulanginya lagi karena ada sejarah yang baru kerika saya terakhir kali pulang. Santi perempuan yang selalu menanamkan rindu pada hati saya itu pulang dari Bogor, tapi saya tidak bisa pulang menemuinnya seperti sejarah yang tercipta saat terakhir kali saya pulang.
Rindu yang sudah mengepal ini seperti pecah menjadi airmata ketika Santi pulang, tapi rindu itu menjadi sebuah kehilangan ketika saya tahu saya tidak bisa menemu dia saat dia pulang, karena saya masih di jember dan masih juga melipat semua rindu kepadanya. Beribu sesal seperti menghakimi, tapi saya mengamini Indrian Koto “…hidup adalah belajar melupakan dan selalu ditinggalkan..”, karena semua pertemuan tidaklah kekal, hanya sebuah ingatanlah yang membekukan semuanya.
Tak hanya kepulangan Santi yang membuat banjir di mata, tapi sebuah kedatangan yang lain, ya kedatangan seorang keponakan perempuan dari rahim ibunya. Kakak saya melahirkan anak pertamanya dengan selamat, tapi saya hanya bisa mendengar kabar, tanpa bisa melihat dan tersensenyum dihadapan seorang bayi yang belum bisa melihat. Ya, jarak memang bangsat. Jarak yang mencipta airmata, jarak yang mencipta sebuah kepulangan dan kedatangan, jaraklah yang menciptakan kecurigaan dan jarak uga mencipta segala kebohongan.
Mungkin airmata tak hanya milik perempuan, laki-lakipun diciptakan dengan airmata tapi perasaanlah yang membedakan kedua makhluk ciptaan Tuhan itu. Barangkali Tuhan tahu, jika laki-laki diciptakan mempunyai perasaan yang sama dengan perempuan dunia ini akan dibanjiri oleh airmata. Tapi seorang laki-laki memang tak diciptakan untuk menangis, walaupun mereka harus menerima sebuah luka.
Laki-laki diciptakan untuk menerima sebuah riwayat airmata dari seorang perempuan, seorang laki-laki mungkin akan mengutip Chairil untuk menahan tangis.
“…Segala menebal, segala mengental
Segala tak ku kenal
Selamat tinggal…!!!”
Para lelaki akan menyembunyikan tangisan mereka, karena mereka mungkin malu. Tapi sebuah tangisan tak pantas untuk disembunyikan walaupun seorang laki-laki selayaknya tidak pantas jika menangis. Laki-laki juga akan merasakan hal yang sama dengan seorang perempuan, tapi menyembunyikan airmata bukanlah sifat seorang laki-laki. Seorang laki-laki akan merawat airmata itu menjadi sebuah rasa sayang dan cinta bukan menjadi rasa sedih.
Saya seorang laki-laki yang rapuh tapi laki-laki memang tak boleh menangis, hanya merasakan sebuah cinta dan kasih sayang dengan airmata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar