Jika waktu adalah
lembaran-lembaran kertas yang kosong, tentu perjalanan akan memenuhinya dengan
berbagai cerita. Tapi perjalanan selalu layaknya sajak, ada yang ingin diungkap
dan ada yang selalu tersembunyi. Bahkan kosong. Setiap perjalanan adalah suatu yang
ambigu, yang mempunyai banyak makna, yang dalam setiap fragmennya memunculkan
sesuatu yang lain. Layaknya sebuah sajak, di setiap perjalanan tentu kita akan
menemukan kemuraman, ketegangan yang berlanjut, kegelisahan yang sulit
dihentikan, dan perjuangan yang berat seperti yang diungkapkan Conrad Aiken
dalam esainya yang berjudul Puisi dan Pemikiran Manusia.
***
Lembaga Pers Mahasiswa Sastra Ideas yang selanjutnya
disebut LPMS-Ideas selalu menjalani hari demi hari dengan perjalanan yang
semakin kesini semakin terjal, bahkan sesekali mengulang sejarah yang menurut
Foucault selalu acak. Sebagai sebuah organisasi yang setiap hari anggotanya
selalu dipaksa untuk berpikir, LPMS-Ideas menjadi organisasi yang memunculkan
manusia-manusia yang liyan dari lingkungan sekitarnya ––mungkin setiap LPM akan
menghasilkan produk manusia seperti itu. Selain itu LPMS-Ideas juga mencoba
untuk menciptakan budaya baru, yang seharusnya semakin dekat dengan keseharian
mahasiswa kekinian.Tapi pada kenyataannya LPMS-Ideas semakin tersungkur dan
selalu mencoba untuk bangkit dengan tenaga-tenaga yang tersisa. Sampai pada
akhirnya tahun 2013 tuntas. Sejarah memang akan berulang, seperti halnya
Pemilihan Umum (Pemilu) yang dilakukan selama 4 tahun sekali. LPMS-Ideas
sebagai sebuah organisasi juga harus mengganti nahkodanya seperti Indonesia
yang setiap empat tahun sekali mengganti presidennya. Musyawarah Tahunan
Anggota (Mustang), begitu kami menyebut proses demokratis itu. Tentu perubahan
pemikiran dan segala yang lebih nyaman lah yang kami harapkan.
“Akhir-akhir ini banyak sekali yang terjadi.Tapi aku
malas ceritera tentang itu semua.” Begitu yang diungkapkan Gie dalam catatan
hariannya yang bertanggal 10 Desember 1961. Seperti itu pula yang sedang
terjadi di LPMS-Ideas. Sebagai sebuah keluarga kecil yang bermukin di sebuah
bilik berukuran 6X6 meter, beberapa anggota LPMS begitu pandai menyimpan
rahasia dan sakit hatinya. Sampai-sampai suatu saat beberapa anggota itu tidak
sadar meneteskan bulir airmata mereka yang begitu berharga. Dinamika seperti
ini dalam sebuah organisasi memang sulit untuk dihilangkan, kembali kepada
Cornad Aiken tentang kemuraman, ketegangan yang berlanjut dan kegelisahan yang sulit dihentikan.Tapi disamping semua cerita yang selalu disembunyikan
itu, sepertinya semua anggota LPMS-Ideas tidak pernah luput memikirkan kemajuan
organisasi. Akhirnya malam yang bisa saya bilang sebagai malam terbesar bagi
LPMS-Ideas pun tiba, setelah 14 bulan yang dijalani dengan terseok-seok
akhirnya saya sebagai nahkoda LPMS pun harus digantikan.
Semenjak saya dibaptis sebagai seorang yang harus
memimpin LPMS-Ideas, saya pun memutuskan untuk membangun LPMS dan Ideas mulai
dari awal dengan merubah beberapa hal yang sudah menjadi kesepakatan bersama
pengurus dan anggota-anggota LPMS-Ideas sebelumnya. Keberanian saya untuk
merubah dan membangun kembali LPMS-Ideas muncul karena saya merasa tidak
sendirian dan saya mempunya kawan-kawan yang menurut saya begitu mencintai
LPMS-Ideas. Pada akhirnya semua refleksi masa lalu pun mulai dibenamkan dalam
budaya dan ke-baru-an yang kami ciptakan. Tapi dalam menjalani ke-baru-an atau
mengambil istilah Yasraf dunia yang lain, para awak LPMS-Ideas tidak pernah lepas dari dekadensi, karena semua hal
sedikit demi sedikit dipaksa untuk berubah. Selain itu goncangan demi goncangan
semakin membuat LPMS-Ideas harus memaksakan diri sebagai organisasi yang
benar-benar kuat di dalam.
Ah, tak usah semakin mendayu dan mengutuki diri sebagai yang fana. Semoga
ideas semakin keren dengan orang-orang yang keren juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar