Dear Perempuan..
Kutulis surat ini dalam sepetak kamar kosong dan gelap,
tempatku menguapkan angan tentangmu. Diluar sedang hujan. Sangat deras dan aku
suka itu.
Entah apa yang sedang kau lakukan disana. Apakah kau masih
merajut kalut? Apakah kau masih mencoba menyingkirkan kenangan? Ataukah kau
sedang mendengarkan senandung Is Payung Teduh?
Aku tulis surat ini seperti sungai yang mengalir lembut. Seperti
perasaanku ada pada setiap kata yang aku tuliskan. Kulihat hujan di luar
semakin lebat. Kubayangkan juga wajahmu membayang dalam derainya. Hari ini
mungkin kau tidak lagi mengutuki matahari seperti biasanya. Karena hujan selalu
membawa ketenangan. Bukankah begitu?
Hujan tak pernah senyinyir manusia. Hujan tau kapan dia
harus datang dan kapan dia harus pergi. Hujan juga memberi kita ruang untuk
berkontemplasi, ruang berteduh juga ruang untuk bersama dalam sebuah situasi. Dan
aku masih menunggumu, seperti pelangi
setia menunggu hujan reda.
Aku bisa saja mengirimu pesan singkat, tanpa berbelit-belit
menulis surat seperti ini. Kita membuat janji untuk bertemu dan kita akan
berbicara. Begitu mesra. Begitu lama. Seperti malam itu, masih ingatkah kau
dengan malam itu? Malam dimana kau sandarkn kepalamu di bahuku. Begitu manja. Begitu
hangat dan aku selalu inin hal itu berulang. Tapi, izinkanlah kali ini kutulis
surat ini untukmu. Karena keinginan ini sungguh-sungguh menguasai hatiku. Keinginan
untuk menjadikan suatu hal sebagai yang abadi. Walaupun hanya keinginan, tapi
bukankah semua oreng boleh berkeinginan walaupun untuk hal yang sepele pun.tapi
kadah hal sepele itulah yang akan menjadi indah. Seperti senja yang selalu
sebentar menyapa kita, tapi dia membekas.
Masih ingatkah pertama kali kita bertemu? Di sebuah ruang di
bagian dunia yang begitu ramai dengan obrolan para remaja. Saat pertama kali
melihatmu waktu dihentikan oleh senyum kecilmu. Aku tak tahu maksud senyum itu
tapi kubalas juga dengan sungging senyum bibirku. Lantas selanjutnya kita hanya
berkomunikasi lewat media sosial. Tempat dimana jarak adalah waktu yang tak
tercatat, dimana kita tak bisa saling sentuh. Hanya bisa meluapkan segalanya
lewat frasa demi frasa penuh perasaan.
Berulang kali aku jatuh dan bangkit dan secara perlahan kita
dipertemukan lagi oleh waktu. Atau barangkali Tuhan sengaja memberikan sebuah
takdir pertemuan dan perpisahan yang lain kepada kita? Perlahan kita bangun
pertemuan demi pertemuan. Perbincangan demi perbincangan dan hal-hal yang bisa
membuat kita tertawa bersama.
Aku mencoba menebak kau yang sekarang; seorang wanita yang
kuat. Tapi semuanya salah. Kau kembali terjatuh. Kekalutan berkelindan. Wajahmu
layu tapi beruntunglah aku tak ada sungai di matamu. Chairil pernah menulis
dalam puisisnya ‘hidup adalah kesunyian masing-masing’. Kita tak bisa meramal
hidup. Selalu ada luka dan bahagia. Seperti hujan, kadang dia ditunggu dan
kadang dia begitu tidak diinginkan.
Entahlah kenapa hatiku mengatakan bahwa aku sedang jatuh,
iya sedang jatuh. Bukan jatuh dengan pengertian harfiah. Tapi jatuh yang lain,
jatuh yang membuatku selalu tersenyum, jatuh yang menjadi keinginan.
Sepertinya ada banyak hal yang berubah darimu. Banyak yang
kau sembunyikan. Tapi malam itu senyumu menjawab semuanya, juga ketika kau
menggigit bibirmu aku rasa semuanya sudah cukup. Semuanya harus diungkapkan
walaupun aku tak tahu akhir seperti apa yang menungguku. Sedari kecil aku
dididik dengan luka. Sampai akhirnya aku tak lagi takut terluka dan sakit. Saat
ini aku sedang jatuh cinta, kepadamu.
Barangkali kita tak usah terlalu peduli dengan apa yang
mengelilingi kita. Biarkan semua berjalam menemani waktu. Juga pertemuan kita,
biarkanlah ini berjalan walaupun kita tidak ingin ada yang terluka, tapi itulah
hidup.
Inilah suratku, surat seorang laki yang sial yang sedari
kecil berjalan dan selalu tersungkur karena keluarga yang hampir hancur. Ah tak
usah kuceritakan kepiluan di surat yang menyenangkan ini. Kita berdua, kita tak
akan pergi kemana-mana. Percayalah kita akan hidup di dunia yang masih dibalut
hujan dan senja. Percayalah!
tertanda dan terucap sayangku padamu.
lelaki tengik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar