Wanitaku,
Ketika kutulis surat ini, seorang
teman di luar sedang memainkan Hey Jude milik The Beatles. Lagu itu tak sengaja
melambungkan anganku padamu. Aku kutipkan dua baris liriknya untkmu;
“Hey Jude, don’t
make it bad
Take a sad song and
make it better”
Kau tentu tahu arti dua baris
lirik itu kan? Dan tentunya kamu paham mengapa aku mengutip lirik itu. Semuanya
karna kekalutanmu, juga airmata itu.
Tadi pagi aku mendapatkan surat
balasan darimu. Kubaca berulang-ulang surat itu. Kubaca sekali, dua kali dan
kubaca lagi tanpa sadar ada senyum muncul di mukaku. Lalu aku menulis surat ini
sembari tersenyum. Aku tak lagi menulis surat dengan ditemani hujan. Tapi aku
menulis surat ini dengan hangat sisa pelukan kita. Sebenarnya ada sedikit rasa
takut dan malu ketika aku memelukmu. Aku gugup. Aku tak tahu harus mengucap
apa. Sekejap waktu seperti berhenti, lalu hangat menyelusup ke seluruh tubuh. Aku
baru pertama kalinya mendapat pelukan dari seorang wanita, kecuali ibuku.
Dalam remang dimana aku menulis
surat ini, aku juga masih mengingat jelas senyummu. Aku seperti tak menemukan
lagi kekalutan di raut mukamu. Malam itu, ketika kita bertemu adalah malam yang
genap. Kita memulai pertemuan dengan mengejar matahari yang segera tergelincir
di barat. Kita berdua tersenyum melihat kanvas senja itu. Senja yang selalu
ranum di ingatan kita berdua.
Tapi aku tahu kau menyembunyikan
sesuatu saat itu. Senyuman itu masih belum sempurna. Kau seperti mengutuki hari
itu karena kau dipaksa mengingat masa lalu. Tapi ingatlah apa yang kukatakan,
biarlah semuanya mengalir. Aku ingin melihatmu selalu tersenyum. Aku ingin kau
selalu ceria. Dan aku akan selalu mengusahakan itu. Karena aku telah jatuh, aku
jatuh. Jatuh cinta kepadamu.
Oh iya, tentang pertemuan pertama
kita. Saat itu aku mengenalmu sebagai seorang wanita yang beruntung memiliki
seorang pasangan. Dan aku selalu bahagia jika orang disekitarku bahagia. Ya,
temanku yang dahulu adalah pasanganmu.
Di luar lagu yang dimainkan
temanku berganti. Berdua Saja yang didendangkan oleh Payung Teduh. Dan aku
ingat, lagu itulah yang menemani percakapan hangat kita malam itu. Setelah ini
perlahan kita akan membangun ruang dimana kita punya tempat untuk bersama. Ruang
yang kita sepakati sebagai cinta.
Tapi ingat, aku tidak akan pernah
menopangmu, memapahmu atau menggendongmu. Aku hanya akan menggandengmu. Kita akan
berjalan beriringan menelusuri setiap jalan yang ada. Entah berkelok. Jalan setapak.
Jalan lurus bahkan jalan yang terjal sekalipun.
Pada titik ini aku butuh tempat
berteduh, dan itu adalah kau. Semua kenangan masa lalu sudah kurapikan dan
kusimpan dalam kotak ingatan. Aku tak mau membuangnya. Karena lupa adalah
bagaimana kita mengingat sesuatu tanpa merasakan bahagia dan sakitnya yang
pernah kita jalani. Kau bukan bayangan dari siapapun. Kau adalah tempat dimana
sauhku akan kulempar.
Aku memilihmu karena pada mulanya adalah cinta, kemudian
perjalanan dari hati ke hati. Barangkali jika kau tanyakan lagi mengapa aku
memilihmu, aku tidak akan menjawabnya tapi aku hanya akan menggenggam erat
tanganmu sembari memandang matamu. Lalu kau akan temukan sendiri jawabannya.
Aku begitu menyukai hujan, kau
tau kenapa? Bukan karena kenangan. Aku menyukai hujan sedari kecil. Sebelum aku
mengerti apa yang disebut orang-orang sebagai cinta. Aku menyukai hujan karena
trauma masa kecilku. Trauma tentang beberapa
pukulan yang pernah mendarat di tubuhku. Trauma tentang sungai di mata
ibuku. Dan pada saat itu hanya hujan yang membuatku tenang. Hujan juga
menghapuskan trauma itu, walaupun pada akhirnya akan datang trauma yang lain.
Aku selalu ingin mencipta sejarah
baru tentang hujan. Dan aku inin membuat sejarah bersamamu, juga hujan. Agar kau
tak lagi takut tentang kehilangan, juga keterpurukan. Aku ingin memulai semua
bersamamu. Hanya bersamamu yang memberanikan seorang laki sial ini mengucap
kata cinta.
Malam itu akan segera awet dalam
surat ini. Malam yang begitu menyenangkan. Tapi apakah kau benar-benar
menerimaku? Entahlah, matamu berkata iya. Semoga saja tebakanku benar.
Aku akhiri surat ini dengan
alunan suara Cholil Mahmud. Dia sedang menyanyikan lagu Jatuh Cinta Itu Biasa
Saja;
“Jika jatuh cinta itu
buta//berdua kita akan tersesat// saling mencari di dalam gelap// keduamata
kita gelap// lalu hati kita gelap, hati kita gelap// lalu hati kita gelap”
Tertanda dan terucap sayang,
Lelaki tengik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar