Senin, 23 Juni 2014

#2

Wanitaku,

Ketika kutulis surat ini, seorang teman di luar sedang memainkan Hey Jude milik The Beatles. Lagu itu tak sengaja melambungkan anganku padamu. Aku kutipkan dua baris liriknya untkmu;

“Hey Jude, don’t make it bad
Take a sad song and make it better”

Kau tentu tahu arti dua baris lirik itu kan? Dan tentunya kamu paham mengapa aku mengutip lirik itu. Semuanya karna kekalutanmu, juga airmata itu.

Tadi pagi aku mendapatkan surat balasan darimu. Kubaca berulang-ulang surat itu. Kubaca sekali, dua kali dan kubaca lagi tanpa sadar ada senyum muncul di mukaku. Lalu aku menulis surat ini sembari tersenyum. Aku tak lagi menulis surat dengan ditemani hujan. Tapi aku menulis surat ini dengan hangat sisa pelukan kita. Sebenarnya ada sedikit rasa takut dan malu ketika aku memelukmu. Aku gugup. Aku tak tahu harus mengucap apa. Sekejap waktu seperti berhenti, lalu hangat menyelusup ke seluruh tubuh. Aku baru pertama kalinya mendapat pelukan dari seorang wanita, kecuali ibuku.

Dalam remang dimana aku menulis surat ini, aku juga masih mengingat jelas senyummu. Aku seperti tak menemukan lagi kekalutan di raut mukamu. Malam itu, ketika kita bertemu adalah malam yang genap. Kita memulai pertemuan dengan mengejar matahari yang segera tergelincir di barat. Kita berdua tersenyum melihat kanvas senja itu. Senja yang selalu ranum di ingatan kita berdua.

Tapi aku tahu kau menyembunyikan sesuatu saat itu. Senyuman itu masih belum sempurna. Kau seperti mengutuki hari itu karena kau dipaksa mengingat masa lalu. Tapi ingatlah apa yang kukatakan, biarlah semuanya mengalir. Aku ingin melihatmu selalu tersenyum. Aku ingin kau selalu ceria. Dan aku akan selalu mengusahakan itu. Karena aku telah jatuh, aku jatuh. Jatuh cinta kepadamu.

Oh iya, tentang pertemuan pertama kita. Saat itu aku mengenalmu sebagai seorang wanita yang beruntung memiliki seorang pasangan. Dan aku selalu bahagia jika orang disekitarku bahagia. Ya, temanku yang dahulu adalah pasanganmu.

Di luar lagu yang dimainkan temanku berganti. Berdua Saja yang didendangkan oleh Payung Teduh. Dan aku ingat, lagu itulah yang menemani percakapan hangat kita malam itu. Setelah ini perlahan kita akan membangun ruang dimana kita punya tempat untuk bersama. Ruang yang kita sepakati sebagai cinta.

Tapi ingat, aku tidak akan pernah menopangmu, memapahmu atau menggendongmu. Aku hanya akan menggandengmu. Kita akan berjalan beriringan menelusuri setiap jalan yang ada. Entah berkelok. Jalan setapak. Jalan lurus bahkan jalan yang terjal sekalipun.

Pada titik ini aku butuh tempat berteduh, dan itu adalah kau. Semua kenangan masa lalu sudah kurapikan dan kusimpan dalam kotak ingatan. Aku tak mau membuangnya. Karena lupa adalah bagaimana kita mengingat sesuatu tanpa merasakan bahagia dan sakitnya yang pernah kita jalani. Kau bukan bayangan dari siapapun. Kau adalah tempat dimana sauhku akan kulempar.

Aku memilihmu karena pada mulanya adalah cinta, kemudian perjalanan dari hati ke hati. Barangkali jika kau tanyakan lagi mengapa aku memilihmu, aku tidak akan menjawabnya tapi aku hanya akan menggenggam erat tanganmu sembari memandang matamu. Lalu kau akan temukan sendiri jawabannya.

Aku begitu menyukai hujan, kau tau kenapa? Bukan karena kenangan. Aku menyukai hujan sedari kecil. Sebelum aku mengerti apa yang disebut orang-orang sebagai cinta. Aku menyukai hujan karena trauma masa kecilku. Trauma tentang beberapa  pukulan yang pernah mendarat di tubuhku. Trauma tentang sungai di mata ibuku. Dan pada saat itu hanya hujan yang membuatku tenang. Hujan juga menghapuskan trauma itu, walaupun pada akhirnya akan datang trauma yang lain.

Aku selalu ingin mencipta sejarah baru tentang hujan. Dan aku inin membuat sejarah bersamamu, juga hujan. Agar kau tak lagi takut tentang kehilangan, juga keterpurukan. Aku ingin memulai semua bersamamu. Hanya bersamamu yang memberanikan seorang laki sial ini mengucap kata cinta.

Malam itu akan segera awet dalam surat ini. Malam yang begitu menyenangkan. Tapi apakah kau benar-benar menerimaku? Entahlah, matamu berkata iya. Semoga saja tebakanku benar.

Aku akhiri surat ini dengan alunan suara Cholil Mahmud. Dia sedang menyanyikan lagu Jatuh Cinta Itu Biasa Saja;

“Jika jatuh cinta itu buta//berdua kita akan tersesat// saling mencari di dalam gelap// keduamata kita gelap// lalu hati kita gelap, hati kita gelap// lalu hati kita gelap”

Tertanda dan terucap sayang,

Lelaki tengik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar