Anggap saja hidup seperti membuat sebuah adonan roti yang nantinya kita menginginkan adonan itu menjadi sebuah roti yang sempurna. Karena kesempurnaan kehidupan ada pada tangan kita sendiri. Saya hanya ingin bercerita mengenai kehidupan yang mungkin tidak bisa di sebut sempurna.
Saya seorang mahasiswa, dan saya termasuk mahasiswa yang tidak kaya. Salah satu dosen pengajar saya tepatnya dia mengajar mata kuliah kewarganegaraan sedikit membuat saya malas dan agak jengkel, walaupun akhirnya saya tetap saja masuk ke kelasnya.
Rasa malas dan kejengkelan saya bukan tanpa sebab, karena dosen pengajar itu mewajibkan semua mahasiswanya untuk membeli bukunya tanpa melihat mahasiswa itu mampu atau tidak. Selain itu buku yang dijualnya itu sulit untuk dibaca dan itu karya dosen pengajar itu sendiri, dan jika mahasiswa yang mengikuti kuliahnya tidak membeli buku itu maka bisa dijamin nilai mereka akan jelek.
Entah dia ingin mendapatkan uang dari hasil menjual bukunya sendiri atau ingin membuat mahasiswanya pintar dengan membeli dan membaca bukunya. Tapi yang perlu disayangkan adalah keadaan buku yang kurang atau bisa disebut tidak bagus, disamping itu karena alasan tidak boleh meperbanyak atau menggandakan karya orang lain, buku itu tidak boleh di fotocopy.
Barangkali dosen pengajar saya itu ingin mencerdaskan mahasiswanya dengan mengeluarkan uang, tapi dimana rasa toleransi jika ada salah satu mahasiswa yang kurang mampu tidak dapat membeli buku yang di jualnya itu ? bukankah kita juga harus menghormati hak seseorang ?
Jika kita terus dipaksa dan ditambah lagi dengan ancaman apa mungkin kita hidup yang agaknya bisa di sebut sempurna ? walaupun saya memang yakin bahwa hidup ini tidak akan bisa menjadi sempurna. Mungkin saya memang tidak menyukai cara dosen itu mengajar, tapi saya tetap meyakinkan teman-teman saya bahwa kita sebagai mahasiswa yang harus berpikir bebas, kita tidak boleh membenci dosen hanya karena caranya mengajar, jangan mengolok-olok dosen karena apa yang di lakukannya, tapi kritik dan tegur dosen yang menurut kita melenceng cara mengajar atau kelakuannya.
Karena kita tak mungkin hanya mengolok-olok tanpa sebuah kerja yang akan merubah kelakuan dosen yang kita anggap kelakuannya kurang menyenangkan. Saya mengutip saja sedikit sajak Rendra “Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan/Tapi jangan kau lewat putus asa/Dan kaurelakan dirimu dibikin korban”. Seperti kutipan sajak Bersatulah Para Pelacur Kota Jakarta itu, kita tak boleh putus asa dan hanya bisa berbicara dibelakang dosen kita, kita harus berani berhadapan dan mencoba merubahnya.
hanya ralat: pada paragraf pertama baris ke dua itu, bukannya ditulis roti? :D
BalasHapusoyiii broo...
BalasHapusDosen juga manusia...kita juga manusia..ambil yang baik..dan jadi lebih baik...
BalasHapus@4NOVA : iyaa mbak, tentunya..
BalasHapussalam kenal yaa !