Mungkin
sulit sekali rasanya mengantarkan kita kepada filsafat jika kita sebagai orang
yang mempelajarninya tidak mau membaca dan selalu mencari.. Filsafat berasal
dari Griek berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan),tahu
dengan mendalam, hikmah. Sedangkan Filsafat dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan sebagai “pengetahuan dan penyelidikan dng akal budi mengenai hakikat
segala yg ada, sebab, asal, dan hukumnya”.
Secara
historis kelahiran dan perkembangan pemikiran Yunani Kuno(sistem berpikir) tidak
dapat dilepaskan dari keberadaan kelahiran dan perkembangan filsafat, dalam hal
ini adalah sejarah filsafat. Dalam tradisi sejarah filsafat mengenal 3 (tiga)
tradisi besar sejarah, yakni tradisi: (1) Sejarah Filsafat India (sekitar2000
SM – dewasa ini), (2) Sejarah Filsafat Cina (sekitar 600 SM – dewasa ini), dan
(3) Sejarah Filsafat Barat (sekitar 600 SM – dewasa ini).
Dari
ketiga tradisi sejarah tersebut di atas, tradisi Sejarah Filsafat Barat adalah
basis kelahiran dan perkembangan ilmu (scientiae/science/sain)
sebagaimana yang kita kenal sekarang ini. Titik-tolak dan orientasi sejarah
filsafat baik yang diperlihatkan dalam tradisi Sejarah Filsafat India maupun
Cina disatu pihak dan Sejarah Filsafat Barat dilain pihak, yakni semenjak
periodesasi awal sudah memperlihatkan titik-tolak dan orientasi sejarah yang
berbeda. Bisa disebut kita harus berfikir secara radikal atau berpikir mendasar
untuk meruntut dan mengetahui apa yang ada Pada tradisi Sejarah Fisafat India
dan Cina tanpa memihak. Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Fuad Hassan guru besar psikologi universitas
Indonesia bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal dalam arti
mulai dari radix suatu gejala dari akar suatu hal yang hendak dimasalahkan, dan
dengan jalan penjajagan yang radikal filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan kesimpulan yang universal
Sedangkan
pada tradisi Sejarah Filsafat Barat semenjak periodesasi awalnya (Yunani Kuno/Klasik:
600 SM – 400 SM), para pemikir pada masa itu sudah mulai mempermasalahkan dan
mencari unsur induk (arché) yang dianggap sebagai asal mula
segala sesuatu/semesta alam Sebagaimana yang dikemukakan oleh Thales (sekitar
600 SM) bahwa “air” merupakan arché, sedangkan Anaximander
(sekitar 610 -540 SM) berpendapat arché adalah sesuatu “yang tak
terbatas”, Anaximenes (sekitar 585 – 525 SM berpendapat “udara” yang merupakan
unsur induk dari segala sesuatu. Akh mungkin saya terlalu jauh menjelaskan ini,
saya tidak mau terlalu jauh memulai.
Berfikir
universal itulah salah satu hal penting yang menjadi pegangan kita, seperti
Thales dan Anaximenes yang mempunyai pemikiran yang berbeda mengenai unsur
induk atau yang membentuk alam semesta. Berpikir universal di sini adalah
berpikir secara luas dan umum, dan sifat skeptis sangat berpengaruh dalam
berfikir universal, karena kita tidak boleh langsung percaya terhadap sesuatu,
kita harus selalu mencari dan mencari karena kebenaran bukanlah sesuatu yang
kekal. Mencari dan mencari akan membuat kita semakin luas untuk berpikir dan
pemikiran kita yang luas akan menghasilkan suatu hasil yang luas atau
universal.
Pythagoras
(sekitar 500 SM) berpendapat berbeda dengan Thales dan Anaximenes. Pythagoras
mengatakan bahwa segala sesuatu itu terdiri dari “bilangan-bilangan”: struktur
dasar kenyataan itu tidak lain adalah “ritme”, dan Pythagoraslah orang
pertama yang menyebut atau memperkenalkan dirinya sebagai sorang “filsuf”,
yakni seseorang yang selalu bersedia atau mencinta untuk menggapai kebenaran melalui
berpikir atau bermenung secara kritis dan radikal (radix) secara
terus-menerus. Yang hendak dikatakan disini adalah hal upaya mencari unsur
induk segala sesuatu (arche), itulah momentum awal sejarah
yang telah membongkar periode myte (mythos/mitologi) yang
mengungkung pemikiran manusia pada masa itu kearah rasionalitas (logos)
dengan suatu metode berpikir untuk mencari sebab awal dari segala sesuatu
dengan merunut dari hubungan kausalitasnya (sebab-akibat). Hubungan
sebab akibat yang digunakan oleh Pythagoras menjadi sebuah pemikiran yang
sistematis, karena pemikiran Pythagoras selalu beraturan dan urut dan
bertanggung jawab, dimulai dari sebab dan berakhir di akibat. Dalam mempelajari
filsafat tentunya kita juga harus berpikir sistematis agar apa yang kita
pelajari tidak amburadul melainkan teratur dan urut. Dalam merogoh kenyataan
dibalik sebuah hakikat, maka dibiutuhkan keteletian berdasarkan urutan yang
teliti dan beraturan. Pada akhirnya tak ada satupun ranting yang terputus dan
sengaja dihilangkan.
*TOR diskusi LPMS IDEAS
It is peгfесt time tο make a few plans for
BalasHapusthe longer tеrm and it is timе to be happy.
I have learn thiѕ post аnԁ іf
ӏ сοuld I desire to counsel уοu ѕome intereѕting things or ѕuggeѕtions.
Mаybe уou could wrіte subѕequent articles referring to this aгtіcle.
I wish to гead more thіngs аbout іt!
Feel free to surf to mу web ρage ... http://www.sfgate.com/business/prweb/article/V2-Cigs-Review-Authentic-Smoking-Experience-or-4075176.php