Long Distance Relationship (LDR) hanya untuk orang-orang yang hebat.
Saya selalu ingat dengan kalimat itu, kalimat itu dilontarkan oleh salah seorang teman yang sudah saya anggap sebagai kakak saya sendiri. Como begitu biasanya dia dipanggil, dia adalah orang yang menurut saya telah merasakan pedih dan bahagianya sebuah kehidupan cinta, dia yang selalu menasehati saya ketika masalah datang melanda karena dia tahu saya adalah orang yang mengalami Long Distance Relationship (LDR). Saya mengaku kepadanya bahwa saya adalah lelaki yang rapuh, mudah sekali menangis dan kalut. Tapi dia selalu menyediakan senyum untuk saya agar saya tidak luluh dalam air mata. Mas Como hanyalah salah satu orang yang mengetahui kepedihan sebuah hubungan jarak jauh saya, tapi hanya dia yang bisa memberikan sebuah pencerah dalam kegelapan bagi saya.
Minggu-minggu ini obrolan warung kopi dipenuhi dengan bahasan tentang cinta dan saya selalu terdiam dengan senyum yang menyembul dari wajah saya. Layaknya seorang laki-laki yang kuat saya mencoba untuk mendengarkan dan mereka terus membawa pembicaraan itu menuju sebuah bahasan cinta yang absurd, dan LDR termasuk kedalam jalinan cinta yang absurd menurut mereka. Tapi saya tidak pernah menerima sebutan jalinan absurd untuk LDR.
Jalinan cinta jarak jauh atau LDR memang selalu dianggap paling sulit dijalani karena jarak dianggap momok besar yang menghalangi rasa cinta. Padahal jika kita telah menjalani hubungan jarak jauh itu, kita akan merasakan sebuah cinta yang sakral, semacam cinta platonik. Karena dari jalinan cinta jarak jauh itu akan muncul sebuah kesabaran, kepercayaan, rasa rindu, dan hal-hal lainnya yang membutuhkan kejujuran yang penuh.
Saya tidak pernah mendefinisikan arti cinta, dan tidak akan bisa. Karena cinta tidak untuk didefinisikan tapi untuk dirasakan dan itu saya terapkan dalam kehidupan saya. Saya akui saya adalah pengecut yang selalu takut berkata tentang cinta, tapi ketika bertemu seorang Santi saya luluh, saya meleleh dan tenggelam. Walaupun saya tahu kalau nantinya diantara saya dan Santi dibentangkan jarak yang sangat besar. Saya menaruh kepercayaan kepada Santi begitu pula Santi yang selalu membimbing saya kepada perjuangan mencapai cinta yang tidak sesaat. Seperti yang pernah dituliskan oleh Puthut EA dalam novelnya Cinta Tak Pernah Tepat Waktu
“…biarkan aku mencicipi cinta yang bukan sesaat. Biarkan aku berjuang dan bertahan di sana. Biarkan aku tersiksa untuk terus belajar bersetia. Aku rela tenggelam di sana, sebagaimana segelintir orang yang beruntung mendapatkannya.”
Saya tak hanya belajar untuk bersetia ketika menjalani LDR tapi saya juga ingin tenggelam di dalamnya, menyelami seluk beluk cinta yang dibatasi oleh jarak dan saya berhasil menjalaninya bahkan saya mendapatkan lebih dari sebuah jarak yang terbentang itu, yaitu rasa saling percaya yang melandasi sebuah cinta yang sakral dan hanya orang-orang hebat yang mampu mendapatkannya dengan mempertahankan hubungan jarak jauh mereka.
Saya selalu bangga memiliki Santi walau hubungan saya dengan dia begitu jauh dan saya menghargai jarak yang menciptakan sebuah rindu. Saya dan Santi jarang bersanding berdua dan itu yang membuat hubungan kita tidak berlebihan, hanya memupuk rindu yang akan kita tuang dalam sebuah pertemuan yang indah.
“Sepasang kekasih tidak usah selau bertemu, selalu berciuman, dan selalu bergumul untuk mempersatukan diri mereka. Cinta membuat sepasang kekasih saling merindukan, menciptakan getaran cinta yang merayapi partikel udara dan melaju ke tujuan yang sama dalam denyutan semesta.”
Itulah yang ditulis Seno Gumira dalam cerpennya yang berjudul Hujan, Senja, dan Cinta. Seno adalah seorang cerpenis yang pernah menulis cerpen paling romantis menurut saya, walaupun cerpen tentang Sukab dan Alina itu berakhir tragis. Tapi apa yang ditulis Seno itu adalah sebuah kebenaran dari cinta. Cinta bukanlah tentang berciuman, bermesraan, bergumul dan segalanya yang sekarang selalu dikaitkan dengan kata cinta. Cinta menurut saya adalah ketika kita tersenyum ketika melihat pasangan kita bahagia dan itu yang membuat kita merasa hebat dan bahagia. Seperti apa yang pernah dikatakan mas Como kepada saya “Tunjukan bahwa kau adalah seorang lelali yang hebat dengan cintamu”.
Saya dan Santi mengalami apa yang dituliskan Seno dalam cerpennya itu dengan menjalin hubungan jarak jauh. Saya dan Santi adalah sepasang kekasih yang saling merindu, mencipta dunia sendiri dalam setiap pertemuan yang akan datang dan menciptakan tujuan hidup dalam sebuah cinta.
jarak jauh tidak akan mengurangi rasa sayang kita terhadap seseorang, entah apa yang dia lakukan saat ini.
BalasHapusterkadang rasa rindu mungkin hinggap akan tetapi bukan untuk hal bertatap muka.
saya juga mengalami itu sekarang.
wiiiihh... dalem ini...
BalasHapushehehe :)
BalasHapusndak dalem2 amat kok chan, kan ini cuma curhat masalah LDR yang dijelek2kan sama anak2.
buat lemper: tetap semangat yaa :)
BalasHapusaku siap membantu kok ;)
so touching my heart :) follow back ya.. salam kenal :)
BalasHapussiap mbak indah :) salam kenal juga :)
BalasHapus