Ziarah,
sebuah novel karya Iwan Simatupang adalah novel yang dianggap membelok dari
aliran kesusastraan sebelumnya. Bersama Danarto dan Kuntowijoyo, Iwan
Simatupang masuk ke dalam angkatan 80-an dalam sastra Indonesia karena karya
mereka yang memiliki aliran yang hampir sama. Kembali ke Iwan Simatupang.
Setelah saya menyelesaikan halaman akhir novel Ziarah, saya langsung
menganggapnya sebagai novel yang absurd karena tak ada nama tokoh, dan juga
pembahasan tentang filsafat yang tidak saya mengerti.
Novel Ziarah
bercerita tentang seorang pelukis terkenal di seluruh negeri juga Kotapraja (setting
tempat novel ini) yang dibuat
terkapar tidak berdaya alias shock dan trauma setelah ditinggal mati istrinya
yang sangat dia cintai, istri yang dia kawini dalam perkawinan secara
tiba-tiba. Suatu ketika Pelukis mencoba bunuh diri karena ketenaran karya
lukisnya yang memikat semua orang dijagat bumi ini yang mengakibatkan ia
memiliki banyak uang dan membuat dia bingung. Karena kebingungannya ini sang
pelukis berniat bunuh diri dari lantai hotel dan ketika terjun dia menimpa
seorang gadis cantik. Dan tanpa diduga pula sang pelukis langsung mengadakan
hubungan jasmani dengan si gadis di atas jalan raya. Hal ini membuat
orang-orang histeris dan akhirnya seorang brigadir polisi membawa mereka ke
kantor catatan sipil dan mengawinkan mereka.
Pelukis merasa benar-benar
kehilangan terutama saat dia tahu bahwa istrinya mati, pelukis pun langsung
pergi ke kantor sipil guna mengurusi penguburan istrinya tetapi tak ada
tanggapan positif dari pengusaha penguburan. Itu terjadi karena pelukis tak
tahu apa-apa tentang istrinya. Yang dia tahu hanyalah kecintaannya pada
istrinya. Sehingga mayat istrinya terkatung-katung karena tak memiliki surat
penguburan yang sah. Pelukis pun menghilang ketika dicari walikota (diangkat
menjadi walikota setelah walikota pertama gantung diri karena tak bisa memecahkan
masalah mengundang pelukis saat akan ada kunjungan tamu asing) yang ikut
menghadiri penguburan Istri pelukis.
Sampai akhirnya pengusaha penguburan
itu menyesali perbuatannya dan dengan keputusan walikota akhirnya mayat istri
pelukis dikuburkan. Sampai penguburan usai, sang pelukis tak kelihatan. Saat
kembali ke gubuknya, dia melihat wanita tua kecil yang ternyata adalah ibu
kandung dari istrinya. Bercerita panjang tentang masa lalunya yang suram dan
sampai saat terakhir dia bertatapan dengan anaknya yang justru membuat dilema
bagi si anak. Dan sesaat kemudian pelukis memandangi keadaan sekitar yang penuh
karangan bunga, membuang bunga-bunga tersebut ke laut kemudian membakar
gubuknya sampai habis. Beberapa bunga yang masih tersisa ia bawa ke kuburan istrinya.
Ia titipkan karangan bunga pada centeng perkuburan. Ziarah tanpa melihat makam
istrinya.
Setelah itu hidup pelukis semakin
tak tentu arah. Ia seolah tak pernah percaya bahwa istrinya telah mati. Pagi
harinya hanya digunakan untuk menunggu istrinya di tikungan entah tikungan mana
dan malam harinya di tuangkan arak ke perutnya, memanggil Tuhannya, meneriakkan
nama istrinya, menangis dan kemudian tertawa keras-keras. Hingga akhirnya
datang opseter perkuburan yang meminta dia mengapur tembok perkuburan Kotapraja
yang sebelumnya telah berbekas pamplet-pamplet polisi bahwa dia dicari.
Pelukis menerima tawaran itu dan
esoknya ia mulai bekerja mengapur tembok perkuburan Kotapraja itu 5 jam
berturut-turut tiap harinya, sedangkan opseter perkuburan mengintip dari rumah
dinasnya. Pekerjaan baru Pelukis ini membawa perubahan tingkah laku pelukis
sehingga membuat seluruh negeri geger. Hingga Walikota akan memberhentikan
opseter perkuburan. Tetapi ketika mengantar surat pemberhentian kerja itu,
Walikota malah mati sendiri karena kata-kata opseter tentang proporsi.
Sebelumnya juga pernah terjadi kekacauan di negeri karena opseter pekuburan
memakai rasionalisme dalam kerjanya dan hanya memberi instruksi kerja pada
selembar kertas pada pegawainya.
Setelah beberapa hari pelukis
mengapur tembok perkuburan, pada suatu hari dia bergegas pulang sebelum 5 jam
berturut-turut. Opseter perkuburan heran kemudian mendatanginya dan ternyata
pelukis ingin berhenti bekerja. Opseter kebingungan tetapi pelukis menjelaskan
bahwa dia tahu maksud opseter memperkerjakannya. Bahwa selain untuk kepentingan
opseter sendiri, opseter ingin pelukis menziarahi istrinya yang sudah tiada
itu. Keesokan harinya opseter ditemukan gantung diri. Pekuburan geger, tetapi
hanya sedikit sekali empati dari pegawai-pegawai pekuburan. Penguburan opseter
berlangsung cepat. Setelah penguburan, pelukis bertemu maha guru dari opseter
yang kemudian menceritakan riwayat opseter.
Pada akhirnya pelukis pergi ke balai
kota untuk melamar menjadi opseter pekuburan agar ia dapat
terus-menerus berziarah pada mayat-mayat manusia terutama pada mayat istrinya.[]
*)Tulisan ini hanya sinopsis dari novel Ziarah
Ah, saya kira kamu membahas kenapa Iwan Simatupang membelok (dalam hal karyanya). Sinopsisnya juga gak utuh nih, kan ada dua sisi, bahkan banyak sisi, artinya si anak juragan kaya yang memilih jadi opseter, begitupun dengan walikota. Novel ini asyik penuturannya bikin orang langsung baca sampai habis. Kamu harus cari juga novel Iwan Simatupang yang Merahnja Merah. :D
BalasHapusintinya, dia gila, kata orang.
BalasHapushahaha, banyak yang gila.
BalasHapussatu hal yg menjadi alasan mengapa novel mereka (angkatan 80-an) absurd, yaitu karena karya mereka hadir ketika bumi pertiwi ini dirundung kemelut perpolitikan, yg carut marut. bahkan, Budi Dharma mengakuinya ke-absurdime-an karya iwan simatupang itu...
BalasHapusmaka, untuk membaca karya-karya seperti itu, ada kalanya pembaca harus menjadi orang "gila" dulu.